Artikel Baru

Pasal Kedua

PENGANGKATAN ABU BAKAR RA.
MENJADI KHALIFAH

……………………………………………………………………………

KHUTBAH RASULULLAH SAW. LIMA HARI MENJELANG
WAFAT

Lima hari menjelang wafat, Rasulullah saw. berpidato menerangkan
keutamaan Abu Bakar ash-Shiddiq ra. dibandingkan seluruh sahabat yang lainnya,
ditambah lagi instruksi nabi dihadapan seluruh sahabat agar Abu Bakar ditunjuk
menjadi imam kaum muslimin dalam shalat. Mungkin khutbah nabi ini merupakan
pengganti dari keinginan beliau untuk menuliskan wasiat siapa yang menjadi
penggantinya, dalam khutbah ini Rasulullah saw. mandi sebelumnya kemudian
keluar untuk shalat bersama kaum muslimin dan kemudian menyampaikan
khutbahnya.
Hal yang pertama kali disebutnya setelah memuji Allah, adalah peri-hal
orang-orang yang terbunuh di perang Uhud, maka beliau berdoa dan memohon
ampunan untuk mereka. Kemudian beiau berkata,
“Wahai kaum Muhajirin sesunggunya jumlah kalian semakin banyak, sementara
Anshar tetap sebagaimana adanya, dan sesungguhnya mereka adalah ibarat
rumah tempat kembaliku, oleh karena itu hormatilah orang-orang yang mulia di
antara mereka, dan maafkanlah orang-orang yang berbuat kesalahan dari mereka.
Kemudian beliau melanjutkan, “Wahai sekalian manusia sesungguhnya ada
seorang hamba yang disuruh untuk memilih antara kekal di dunia atau memilih apaapa
yang ada di sisi Allah, maka dia memilih apa-apa yang ada di sisi Allah.”
Maka ketika itu hanya Abu Bakar yang faham dari sekian banyak para
sahabat, dan beliau langsung menangis. Beliau berkata, “Tetapi kamilah yang
menjadi tebusanmu wahai Rasulullah saw. dengan diri kami, anak-anak maupun
harta kami,” maka Rasulullah saw. menjawab, “Sebentar wahai Abu Bakar! Lihatlah
ke arah pintu-pintu rumah yang mengarah ke masjid, maka tutuplah kecuali pintu
Abu Bakar, aku tidak pernah mengetahui ada seseorang yang begitu mulia berteman
denganku selain Abu Bakar.”49 Imam Ahmad berkata, ” Amir menyampaikan
kepada kami, ia berkata, Fulaih menyampaikan kepada kami dari Salim Abu
Nadhr dari Bisr bin Sa’id dari Abu Sa’id, dia berkata,” Rasulullah saw. pernah
berpidato sembari berkata, ” Sesungguhnya Allah menyuruh seorang hamba memilih
antara dunia dan apa-apa yang dijanjikanNya di sisiNya, namun hamba tersebut
memilih apa yang ada di sisi Allah.”
Abu Sa’id berkata, “Seketika itu Abu Bakar menangis, dan kami heran
kenapa beliau menangis, padahal Rasulullah saw. hanyalah menceritakan seorang
hamba yang diberi pilihan. Namun akhirnya kami paham bahwa sebenarnya
Rasulullah saw. tahu siapa hamba yang dimaksud tersebut, karena itu maka Abu
Bakarlah yang paling alim di antara kami.”
Rasulullah saw. bersabda,
“Andai saja aku dibolehkan mengangkat seseorang menjadi kekasihku selain
Rabbku pastilah aku memilih Abu Bakar, namun cukuplah persaudaraan Islam dan
kecintaan karenanya, maka jangan ada lagi rumah-rumah yang pintunya mengarah ke
masjid dan hendaklah ditutup kecuali pintu Abu Bakar saja. “50
Dan Imam al-Bukhari juga meriwayatkan hadits ini dari jalan Abu Amir al-
Aqadi dengan sanad yang sama.51
Imam al-Bukhari meriwayatkan dari jalur Abdurrahman bin Sulaiman bin
Hanzalah bin al-Ghasil dari Ikrimah dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah saw. suatu
hari keluar dalam keadaan sakit yang membawanya wafat dengan mengikatkan
kain di kepalanya yang ujungnya terjuntai di antara dua bahunya, beliau duduk di
atas mimbar, kemudian menyebutkan khutbah tadi, di antara isinya wasiat agar
berbuat baik terhadap kaum Anshar hingga akhirnya Ibnu Abbas berkata, “Itulah
majelis dan khutbah terakhir Rasulullah saw.”52

…………………………………………………………..
PERINTAH RASULULLAH SAW. AGAR ABU BAKAR
MENJADI IMAM BAGI PARA SAHABAT DAN
KELUARNYA RASUL IKUT MELAKSANAKAN SHALAT
DI BELAKANGNYA DALAM BEBERAPA KESEMPATAN
Imam Ahmad berkata, Ya’qub menyampaikan kepada kami, ia berkata,
ayahku menyampaikan kepadaku dari Ibnu Ishaq, dia berkata, Ibnu Syihab al-
Zuhri berkata, telah berkata kepadaku Abdul Malik bin Abu Bakar bin
Abdurrahman bin al-Haris Ibnu Hisyam dari bapaknya dari Abdullah bin Zam’ah
bin al-Aswad bin al-Muththalib bin Asad, dia berkata, “Ketika Rasulullah saw.
sakit53 aku berada di sisinya bersama beberapa orang dari kaum muslimin,
kemudian Bilal mengumandangkan adzan, maka Rasulullah saw. bersabda, ”
Perintahkan agar seseorang menjadi imam kaum muslimin.” Maka aku keluar, dan
di sana aku bertemu Umar, sementara Abu Bakar ketika itu tidak kelihatan, maka
aku katakan kepada Umar, “Bangkitlah wahai Umar dan majulah anda menjadi
imam shalat, maka Umar berdiri dan mulai bertakbir, tatkala Rasulullah saw.
mendengar suara Umar -dan Umar terkenal dengan suara-nya yang keras-
Rasulullah saw. berkata,
Mana Abu Bakar? Sesunguhnya Allah dan kaum muslimin tidak akan rela
lial ini, sesungguhnya Allah dan kaum muslimin tidak rela hal ini!”
Maka diutus orang untuk mencari Abu Bakar dan akhirnya beliau datang
setelah Umar selesai melaksanakan shalat dan Abu Bakar kembali shalat
mengimami manusia.
Abdullah bin Zam’ah berkata, “Umar berkata kepadaku, ‘Celakalah engkau
hai Ibnu Zam’ah apa yang telah kau perbuat terhadapku? Demi Allah aku tidak
mengira apa yang kau perintahkan tadi adalah perintah Rasulullah saw., kalau aku
tahu niscaya aku tidak akan pernah berani menjadi imam shalat!’ Aku katakan,
“Demi Allah aku tidak pernah diperintahkan Rasulullah saw. untuk nemilihmu,
namun ketika kulihat Abu Bakar tidak ada maka engkulah ku-anggap yang lebih
berhak untuk menjadi imam kami dalam shalat.”54 Seperti inilah yang telah
diriwayatkan oleh Abu Dawud dari hadits Ibnu Ishaq, dia rerkata, “Telah berkata
kepadaku az-Zuhri55 dan Yunus meriwayatkannya dari Bukair dari Ibnu Ishaq dia
berkata, telah berkata kepadaku Ya’qub bin Utbah dari Abu Bakar bin
Abdurrahman dari Abdullah bin Zam’ah, kemu-dian dia menyebutkan hadits
tersebut.56
Abu Dawud berkata, “Telah berkata kepada kami Ahmad bin Shalih dia
berkata, Telah berkata kepada kami bin Abi Fudaik, dia berkata, telah berkata
kepadaku Musa bin Ya’qub dari Abdurrahman Ibnu Ishaq dari bin Syihab dari
Ubaidullah bin Abdillah bin Utbah bahwa Abdullah bin Zam’ah
memberitahukannya tentang hadits ini, dia berkata, “Ketika Nabi mendengar suara
Umar seketika Nabi keluar hingga mengeluarkan kepala beliau dari dalam
kamarnya dan berkata, “Tidak… tidak… tidak hendaklah yang menjadi imam shalat
Ibnu Abi Quhafah (Abu Bakar)!” Beliau mengucapkan hal itu sambil marah.57
Imam al-Bukhari berkata, “Kami diberitahukan oleh Umar bin Hafs, dia
berkata, telah berkata kepada kami Ayahku, dia berkata, telah berkata kepada kami
al-A’masy dari Ibrahim. al-Aswad berkata, “Ketika Rasulullah saw. menderita
penyakit yang membuatnya wafat, maka masuklah waktu shalat dan Bilal mulai
mengumandangkan Adzan, kemudian Rasulullah saw. berkata,
“Perintahkanlah Abu Bakar agar menjadi imam manusial”
Ada di antara istri beliau yang berkata kepadanya, “Sesungguhnya Abu
Bakar seorang yang gampang menangis, jika ia menggantikan posisimu se-bagai
imam dikhawatirkan ia tidak dapat melakukannya, namun Rasulullah saw.
mengulangi kembali perintahnya dan mereka kembali memberi jawaban yang
sama, hingga akhirnya Rasulullah saw. mengulangi tiga kali, sambil berkata kepada
para istrinya,
” Sesungguhnya kalian sama saja dengan perempuan yang menggoda Nabi
Yusuf, perintahkan Abu Bakar agar menjadi Imam shalat!”
Maka keluarlah Abu Bakar sementara Nabi merasakan badannya agak lebih
ringan, hingga akhirnya beliau turut dipapah dua orang lelaki, dan aku dapat
melihat kakinya melangkah perlahan disebabkan sakit, kemudian Abu Bakar
berkeinginan mundur namun Rasulullah saw. mengisyaratkan agar ia tetap
ditempatnya, kemudian Rasulullah saw. dipapah hingga akhirnya shalat dalam
keadaan duduk di sampingnya.” Ada yang bertanya kepada A’masy,” Apakah Nabi
shalat menjadi Imam dan Abu Bakar mengikuti shalatnya sementara orang-orang
shalat mengikuti Abu Bakar?” Maka dia menganggukkan kepalanya dan berkata,
“Ya!”58 dan Imam al-Bukhari telah meriwayatkan kisah ini lebih dari satu tempat
dalam kitabnya, demikian pula imam Muslim, an-Nasa’i, Ibnu Majah, melalui
bebe-rapa jalur dari A’masy.
Di antaranya ada yang diriwayatkan al-Bukhari dari Qutaibah, dan Muslim
dari Abu Bakr bin Syaibah dan Yahya bin Yahya dari Mu’awiyah.59
Imam al-Bukhari berkata, “Telah berkata kepada kami Abdullah bin Yusuf,
dia berkata, telah berkata kepada kami Malik dari Hisyam bin Urwah dari
Bapaknya dari Aisyah, dia berkata, Sesungguhnya Rasulullah saw. pernah berkata
ketika beliau sakit, Perintahkan Abu Bakar agar shalat menjadi imam manusia.”
Ibnu Syihab berkata, “Telah berkata kepadaku Ubaidullah bin Abdullah dari
Aisyah bahwa dia berkata, “Aku telah membantah Rasulullah saw. dalam masalah
ini, dan tidaklah aku berbuat demikian kecuali takut manusia akan merasa pesimis
terhadap Abu Bakar, maka aku ingin agar Rasulullah saw. melimpahkan
perintahnya kepada selain Abu Bakar.60
Dalam kitab Shahihain dari hadits Abdul Malik bin Umair dari Abu Burdah
dari Abu Musa dari Ayahnya, dia berkata, ketika Rasulullah saw. sakit dia berkata,
“Perintahkan agar Abu Bakar menjadi imam manusia. Maka Aisyah menjawab,
“Wahai Rasulullah saw. sesungguhnya Abu Bakar adalah seorang lelaki yang
halus perasaannya dan jika dia menggantikan posisimu niscaya dia tidak akan
sanggup.” Rasulullah saw. menjawab, “Perintahkan Abu Bakar agar menjadi imam
sesungguhnya kalian sama saja seperti para wanita yang menggoda Nabi Yusuf!”
Maka Abu Bakar sejak itu menjadi imam shalat di masa Rasulullah saw.
hidup.61
Imam Ahmad berkata, Telah berkata kepada kami Abdurrahman bin Mahdi,
dia berkata, “Kami diberitahu oleh Zaidah dari Musa bin Abi Aisyah dari
Ubaidullah bin Abdillah, aku masuk menjumpai Aisyah dan kutanya-kan padanya,
“Maukah anda menceritakan padaku perihal Rasulullah saw. sakit?” Ia berkata,
“Ya, ketika penyakit beliau semakin berat, beliau berkata, “apakah orang-orang
telah shalat?” Kami katakan, “Belum! mereka menunggumu wahai Rasulullah
saw..” Beliau berkata, “Siramkan air ke dalam bejana!”62 Kami segera
melakukannya. Kemudian Rasulullah saw. mandi, ketika selesai beliau siap-siap
berangkat namun akhirnya jatuh pingsan, tak berapa lama kemudian beliau
kembali sadar dan bertanya, “Apakah orang-orang telah shalat?” Kami menjawab,
“Belum, mereka menantimu wahai Rasulullah saw.!” Kemudian dia kembali
berkata, “Tuangkan air buatku di bejana!” Maka kami kembali menuangkannya
dan beliau kembali mandi, kemudian ketika bersiap-siap hendak keluar beliau
jatuh pingsan lagi dan tak lama kemudian beliau sadar sambil bertanya, “Apakah
orang-orang telah shalat?” Kami menjawab, “Belum, sebab mereka menanti anda
Wahai Rasulullah saw..” Aisyah berkata, “Sementara orang-orang dalam keadaan
hening di masjid sambil menanti kedatangan Rasulullah saw. untuk melaksanakan
shalat Isya, maka Rasulullah saw. mengutus seseorang menjumpai Abu Bakar agar
ia menjadi imam shalat.” Dan Abu Bakar adalah seorang yang lembut suaranya,
maka ia berkata kepada Umar, “Wahai Umar majulah anda sebagai Imam shalat,”
Umar menjawab, “Anda lebih berhak untuk menjadi imam.” Maka beberapa hari
sejak itu Abu Bakar menjadi Imam shalat. Suatu hari Rasulullah saw. merasa
badannya agak lebih ringan dari biasanya, maka beliau keluar dipapah dua orang
lelaki, salah satunya Abbas untuk melaksanakan shalat Dzuhur, ketika Abu Bakar
melihat keda-tangan Rasulullah saw. maka dia bersiap-siap untuk mundur, namun
Rasulullah saw. perintahkan agar ia tetap di tempatnya, dan beliau memerintahkan
kepada dua orang yang memapahnya tadi agar mendudukkan beliau di samping
Abu Bakar, maka Abu Bakar shalat dalam berdiri sementara Rasulullah saw. shalat
dalam keadaan duduk. Ubaidullah berkata, “Maka aku masuk menemui Ibnu
Abbas dan berkata padanya, “Maukah engkau kuceritakan apa yang disam-paikan
Aisyah tentang sakit Rasulullah saw.?” Dia berkata, “Coba ceritakan!” Maka aku
menceritakan seluruhnya dan dia tidak sedikitpun mengingkari apa yang
kuberitakan, kecuali satu pertanyaan, “Apakah ‘Aisyah ra. memberita-hukan
kepadamu siapa nama lelaki yang memapah Rasulullah saw. bersama Abbas?”
Kukatakan ‘Tidak.” Dia berkata, “Sesungguhnya ia adalah Ali. “63
Imam al-Bukhari berkata dalam shahihnya, “Telah berkata kepada kami Abul
Yaman, dia berkata, telah berkata kepada kami Syu’aib dari az-Zuhri, dia berkata,
telah berkata kepadaku Anas bin Malik, beliau adalah orang yang selalu
mengiringi Nabi serta berkhidmat kepadanya, bahwa Abu Bakar shalat menjadi
Imam mereka ketika Rasulullah saw. dalam keadaan sakit yang membawanya
kepada kematian, maka pada hari Senin saat mereka sedang shalat berjama’ah,
tiba-tiba Rasulullah saw. menyingkap tirai penutup rumahnya sambil melihat
kepada kami. Wajah beliau putih laksana kertas dalam keadaan tersenyum lebar.
Konsentrasi kami nyaris terganggu disebabkan perasaan senang dapat melihat
Rasulullah saw. Abu Bakar mundur ke belakang untuk masuk ke dalam shaf
dengan anggapan bahwa Nabi akan keluar mengimami shalat, namun Rasulullah
saw. mengisyaratkan kepada kami agar melanjutkan shalat kemudian beliau
menutup tirai penutup rumahnya.”64
Akhirnya beliau wafat pada hari itu juga. Imam Muslim meriwayatkan dari
hadits Sufyan bin Uyainah, dan Shabih bin Kaisan beserta Ma’mar dari Az-Zuhri
dari Anas .
Kemudian Imam al-Bukhari berkata, “Telah berkata kepada kami Abu
Ma’mar, dia berkata, telah berkata kepada kami Abdul Warits, dia berkata, telah
berkata kepada kami Abdul Aziz dari Anas bin Malik, dia berkata, ‘Sudah tiga hari
Rasulullah saw. tidak dapat keluar menjadi imam shalat, maka pada hari ketiga
setelah iqamat dikumandangkan, lantas Abu Bakar bersiap-siap untuk maju,
namun Nabi berkata, ‘Bukalah hijab rumah ini!’ Ketika wajah Nabi muncul maka
seketika kami merasa tidak ada pemandangan yang lebih indah dari wajah Nabi
yang muncul kepada kami, namun beliau mengisyaratkan agar Abu Bakar tetap
menjadi Imam dan kemudian diakembali menutup kain rumahnya. Dan pada hari
itulah beliau wafat.”65 Muslim66 meriwayatkannya dari hadits Abdus Shamad bin
Abdul Warits dari ayahnya.
Ini merupakan dalil yang paling jelas bahwa Nabi tidak shalat Subuh pada
hari Senin bersama jama’ah. Dan beliau tidak dapat keluar rumah selama tiga hari.
Dengan demikian dapat kita katakan bahwa shalat beliau terakhir bersama jama’ah
adalah shalat Dzuhur, sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits ‘Aisyah ra. tadi.
Dan hari itu adalah hari Kamis, bukan hari Sabtu dan bukan pula hari Ahad,
sebagaimana yang diceritakan oleh al-Baihaqi dari Maghaazi Musa bin Uqbah dan
dia adalah lemah67 setelah kami terangkan tentang khutbah beliau sesudah itu. Dan
disebabkan beliau tidak menemui orang-orang sejak hari Jum’at, Sabtu dan Ahad,
yaitu dalam tiga hari.
Az-Zuhri berkata, diriwayatkan dari Abu Bakar bin Abi Saburah68 bahwa
Abu Bakar shalat menjadi imam mereka sebanyak 17 kali shalat, ada yang
mengatakan 20 kali shalat, wallahu a’lam. Kemudian mereka melihat wajah
Rasulullah saw. yang mulia pada pagi hari Senin dan beliau melihat mereka untuk
terakhir kalinya sebagai tatapan perpisahan yang hampir saja meng-ganggu shalat
mereka. Itulah kali terakhir mayoritas para sahabat melihat beliau. Hal yang perlu
digaris bawahi di sini yaitu sikap Rasulullah saw. yang mengedepankan Abu
Bakar ash-Shiddiq ra. sebagai imam bagi seluruh sahabat dalam shalat sebagai
rukun terbesar dari bagian rukun Islam yang bersifat amaliyah.
Syeikh Abul Hasan al-Asya’ari berkata, “Perintah Rasulullah saw. memajukan
Abu Bakar adalah suatu perkara yang jelas dalam agama Islam.” la berkata,
“Sikap Rasulullah saw. ketika mengedepankan Abu Bakar sebagi Imam shalat
adalah pertanda bahwa beliaulah orang yang paling alim dari seluruh sahabat dan
yang paling baik bacaannya, sebagaimana yang terdapat dalam sebuah hadits yang
disepakati oleh ulama keshahihannya bahwa Rasulullah saw. ber-sabda,
” Orang yang Berhak menjadi imam bagi suatu kaum adalah yang paling baik
bacaannya terhadap kitab Alah, jika ternyata bacaannya sama baiknya, rnaka yang
lebih berhak adalah orang yang lebih alim terhadap sunnah, dan jika ternyata
mereka sama alimnya maka yang didahulukan adalah yang lebih tua, dan jika
ternyata usia mereka sama moka yang didahulukan yang lebih dahulu
keislamannya.”69
Ibnu Katsir berkata, “Ungkapan Abul Hasan al-Asy’ari” ini sangat layak
untuk ditulis dengan tinta emas. Dan seluruh kriteria imam terkumpul dalam sosok
Abu Bakar ash-Shiddiq ra.. Shalat Rasulullah saw. di belakangnya dalam beberapa
kesempatan, sebagaimana yang telah kami terangkan sebelumnya tidak
bertentangan dengan sebuah hadits shahih yang diriwayatkan bahwa Abu Bakar
bermakmum dibelakang Rasulullah saw. karena hal tersebut terjadi dalam
kesempatan lain, sebagimana yang telah dijelaskan oleh Imam Syafi’i dan imam-
imam lainnya.”

………………………………………………….
SYUBHAT DAN BANTAHANNYA
Imam al-Bukhari berkata, “Telah berkata kepada kami Qutaibah dia berkata,
telah berkata kepada kami Sufyan dari Sulaiman al-Ahwal dari Sa’id bin Jubair,
dia berkata, Ibnu Abbas berkata, “Tahukah kalian hari Kamis, pada hari itulah
penyakit Rasulullah saw. memuncak.”
Maka Rasulullah saw. bersabda,
“Berikan padaku secarik kertas agar kutuliskan untuk kalian sebuah wasiat
yang membuat kalian tidak akan tersesat selama-lamanya.”
Akhirnya mereka saling berdebat seharusnya tidak layak mereka berdebat
dihadapan Nabi mereka berkata, “Apa yang diinginkan beliau? Tanyakan
padanya.” Mereka pun mendatangí Rasulullah saw. mempertanyakan kembali hal
tersebut, maka beliau berkata, “Tinggalkan diriku! Sebenarnya apa yang
kuperintahkan kepada kalian lebih baik daripada apa yang kalian tuntut.” Maka
beliau mewasiatkan mereka dengan tiga perkara, “Keluarkan seluruh orang
musyrik dari jazirah Arab, biarkan para utusan datang sebagaimana aku membolehkan
mereka datang!” Kemudian beliau diam. Kemudian Ibnu Abbas berkata atau aku
yang lupa.”70
Imam al-Bukhari meriwayatkan dalam tempat lainnya, dan muslim juga
meriwayatkan dari jalan Sufyan bin Uyainah.71 Imam al-Bukhari juga
mengeluarkan hadits ini dalam beberapa tempat dalam Shahihnya. dari hadits
Ma’mar dan Yunus dari az-Zuhri.72
Menurut anggapan para ahlul bid’ah baik dari golongan Syiah dan lainlainnya
bahwa wasiat yang akan ditulis Rasulullah saw. adalah khalifah sesudah
beliau menurut anggapan mereka masing-masing. Inilah yang dikatakan
berpegang teguh dengan mutasyabih (perkara yang samar-samar hukumnya),
dengan meninggakan perkara yang muhkam (jelas hukumnya). Adapun Ahlus
Sunnah maka mereka akan selalu berpegang teguh dengan sesuatu yang muhkam.
Dan seharusnya perkara-perkara yang mutasyabih di-pahami dengan sesuatu yang
muhkam. Inilah metode alim ulama yang dalam ilmu pengetahuannya (arrasikhuna
fi al-ilm) sebagaimana yang Allah SWT menjelaskan kriteria mereka
dalam kitabNya.
Bersandar dengan perkara yang mutasyabih banyak membuat orang-orang
yang sesat tergelincir. Adapun Ahlus Sunnah tidak memiliki mazhab kecuali
mengikuti yang haq dan akan setia berjalan di atasnya.
Mengenai sesuatu yang ingin dituliskan Rasulullah saw. sebenarnya telah
diterangkan secara implisit. Imam Ahmad berkata, “Telah berkata kepada kami
Mu’ammal, dia berkata, telah berkata kepada kami Nafi’ yaitu Ibnu Umar, dia
berkata telah berkata kepada kami Ibnu Abi Mulaikah dari ‘Aisyah ra. dia berkata,
Ketika penyakit Rasulullah saw. semakin parah yang memba-wanya kepada
kematian, beliau berkata, ‘Panggilkan segera Abu Bakar dan anaknya supaya tidak
ada lagi yang berhasrat ingin mengambil posisinya dan tidak ada lagi yang
berandai-andai untuk mendapatkannya’, kemudian dia berkata, Sesungguhnya Allah
dan kaum muslimin enggan (kecuali Abu Bakar). Beliau ulangi dua kali. ‘Aisyah ra.
berkata, ‘Allah dan kaum mukminin enggan mene-rima (kecuali bapakku, maka
benarlah bapakku yang terpilih)’.” Hadits ini diriwayatkan oleh imam Ahmad
sendiri dari jalur ini.73
Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Yahya bin Yahya dari Sulaiman bin
Bilal dari Yahya bin Sa’id dari al-Qashim bin Muhammad dari ‘Aisyah ra., dia
berkata, Rasulullah saw. pernah mengatakan, “Aku ingin menyuruh seseorang agar
menjemput Abu Bakar dan anaknya, hingga tidak ada lagi yang mengatakan baliwa
dirinya lebih berhak atau ada yang masih berkeinginan. Kemudian Rasulullah
saw. bersabda, “Allah enggan -ataupun kaum mukminin menolak, atau Allah akan
menolak dan kaum mukminin akan enggan74 (kecuali Abu Bakar).”
Dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim dari hadits Ibrahim bin Sa’ad dari
Ayahnya dari Muhammad bin Jubair bin Muth’im dari ayahnya, dia berkata,
Pernah seorang perempuan datang menghadap Rasulullah saw. maka beliau
menyuruhnya agar kembali. Kemudian perempuan itu bertanya, “Bagaimana jika
aku datang ternyata engkau tidak ada?” -maksudnya beliau telah wafat-maka
Rasulullah saw. menjawab, “Jika tidak menemuiku lagi maka datangi Abu
Bakar.”75
Secara zhahir -wallahu a’lam- bahwa kedatangán wanita itu tepatnya di kala
Rasulullah saw. sedang sakit keras yang membawanya kepada kematian.

…………………………………………………..

DAMPAK DARI BERITA WAFATINYA RASULULLAH
SAW. TER-HADAP KAUM MUKMININ

Imam Ahmad berkata, “Telah berkata kepada kami Bahz dia berkata, ‘Telah
berkata kepada kami Hammad bin Salamah dia berkata, ‘Telah berkata kepada
kami Abu Imran al-Juwaini dari Yazid bin Babnus, ia berkata, ‘Aku pergi beserta
seorang sahabatku menemui ‘Aisyah ra. dan kami minta izin agar dibolehkan
masuk, maka ia melemparkan untuk kami bantal tempat duduk kemudian ia
menurunkan hijab, setelah itu sahabatku berbicara, ‘Wahai Ummul mukminin
bagaimana pandangan anda mengenai ‘iraak?’ Ia bertanya, ‘Apa itu ‘iraak?’ Maka
aku menepuk pundak kawanku. ‘Aisyah ra. berkata padaku, ‘berhentilah! kenapa
engkau menyakiti saudaramu.’ Kemudian dia bertanya lagi, “Apa itu ‘iraak?”
Yaitu tempat keluarnya darah haid. Maka jawabannya adalah sebagaimana yang
diterangkan oleh Allah swt mengenai perempuan yang datang haid. Kemudian ia
melanjutkan, ‘Pernah Rasulullah saw. mendekapku dan memeluk kepalaku
sementara pemisah antara aku dan dirinya hanyalah sehelai kain padahal aku
sedang haid. ‘Aisyah ra. melanjutkan, ‘Kebiasan Rasulullah saw. jika melewati
pintu rumahku beliau pasti akan mengucapkan kata-kata yang bermanfaat untukku.
Suatu hari beliau melewati rumahku namun tidak mengatakan apapun, kemudian
beliau lewat kembali dan tidak mengatakan apapun juga. Begitulah dua hingga tiga
kali. Maka kukatakan kepada pembantuku, ‘Letakkanlah bantal tempat dudukku di
depan pintu!’ Kemudian aku mengikat kepalaku dengan kain, tak lama kemudian
beliaupun lewat.’ Rasulullah saw. berkata, ‘Wahai ‘Aisyah ra. ada apa denganmu?’
Aku menjawab, ‘Aku merasa sakit kepala.’Rasulullah saw. berkata, ‘Namun
kepalakulah yang lebih sakit.’ Kemudian beliau pergi dan tak lama kemudian
ternyata beliau dibawa pulang dalam keadaan digotong dengan kain, kemudian
beliau mengirim utusan dan berkata kepada para istrinya, ‘Aku sedang sakit keras
dan tidak dapat lagi berkeliling ke rumah-rumah kalian maka izinkanlah aku agar
dirawat di rumah ‘Aisyah ra..’ Maka sejak itu aku merawatnya. Padahal tidak
pernah sebelumnya hal ini kulakukan kepada seorangpun, suatu ketika tatkala
kepala beliau berada di atas pundakku, tiba-tiba kepalanya miring ke arah
kepalaku. Aku mengira beliau ingin bersandar di kepalaku. Maka keluarlah dari
mulut beliau setitik ludah dingin yang mengenai leherku dan membuat aku
menggigil, maka aku yakin bahwa beliau pasti dalam keadaan pingsan, maka
kututupi diri beliau dengan kain. Tak lama kemudian datanglah Umar dan al-
Mughirah bin Syu’bah, keduanya minta izin agar dapat masuk dan aku
mengizinkan keduanya setelah hijab kuturunkan, seketika Umar memandang
kepada Rasulullah saw. dan berkata, ‘Alangkah beratnya pingsan yang diderita
Rasulullah saw., kemudian ia berdiri. Tatkala keduanya mendekati Rasulullah saw.
al-Mughirah berkata, ‘Wahai Umar sesungguhnya Rasulullah saw. telah wafat.
Umar menjawab, ‘Engkau bohong, bahkan engkau adalah orang yang cepat
termakan fitnah, sebab Rasulullah saw. tidak akan mati hingga Allah
membinasakan habis seluruh orang-orang munafik.’ ‘Aisyah ra. melanjutkan,
‘Setelah itu datang Abu Bakar dan mengangkat hijab sambil memandang ke arah
Rasulullah saw. dan bertkata ”Inna lillahi wa inna ilaihi Rajiun, sesungguhnya
Rasulullah saw. telah wafat. Kemudian Ia mendekati kepala Rasulullah saw. dan
mendekat ke arah mulut lalu mencium keningnya, kemudian ia berkata, ‘Aduhai
Nabi,’ kemudian dia mengangkat kepalanya dan kembali mendekat ke mulut Nabi
serta mencium keningnya sambil berkata, Aduhai pilihan Allah’ kemudian ia
kembali meng-angkatkepalanya dan mendekat ke arah mulut serta mencium
keningnya sambil berkata, ‘Aduhai kekasih Allah… Rasulullah saw. telah wafat!’
Lantas ia keluar menuju masjid, sementara Umar sedang berpidato dan berbicara
di hadapan manusia, ‘Sesungguhnya Rasulullah saw. tidak mati hingga Allah
membinasakan orang-orang munafik.’
Kemudian Abu Bakar angkat suara sambil memuji Allah dan membuka
pembicaraan dengan membacakan ayat,
Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati (pula).’
(Az-Zumar: 30).
Hingga selesai, kemudian membacakan ayat lainnya,
Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu
sebelumnya beberapa orang rasul Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik
ke belakang (murtad) Barangsiapa yang berbalik ke belakang, moka ia tidak dapat
mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun; dan Allah akan memberi balasan
kepada orang-orang yang bersyukur.’ (Ali Imran:144).
Setelah itu ia berkata, ‘Barangsiapa menyembah Alllah maka Allah maha
hidup dan tidak akan mati, dan barangsiapa menyembah Muhammad maka
ketahuilah sesungguhnya Muhammad telah wafat.
Spontan Umar bertanya, ‘Apakah yang engkau bacakan tadi terdapat dalam
Kitabullah? Aku tidak pernah merasa bahwa ayat ini termaktub dalam Kitabullah!’
Umar melanjutkan, ‘Wahai saudara-saudara sekalian, inilah Abu Bakar dan dialah
orang yang paling kita tuakan dari seluruh kaum muslimin maka baiatlah dia.’
Maka manusiapun membaiatnya’.”76
Abu Dawud juga meriwayatkannya, demikian pula dengan at-Tirmidzi dalam
kitab as-Syamail dari hadits Marhum bin Abdul Aziz al-Athar dari Abu unirán al-
Juuni dengan menyebutkan sebagian lafazh ini.77
Al-Hafizh al-Baihaqi berkata, “Telah berkata kepada kami Abdullah al-
Hafizh, dia berkata, telah berkata kepada kami Abu Bakar Ibnu Ishaq, dia berkata,
telah berkata kepada kami Ahmad bin Ibrahim bin Milhan, dia berkata, telah
berkata kepada kami Yahya bin Bukair, dia berkata, telah berkata kepada kami al-
Laits dari Uqail dari Syihab, Abu salamah memberitahukan padaku dari
Abdurrahman bahwa ‘Aisyah ra. memberitakan kepadanya, ‘Abu Bakar datang
dengan kudanya dari Sanuh, ketika turun. Beliau masuk ke Masjid tanpa berbicara
kepada siapapun, kemudian ia masuk ke kamar ‘Aisyah ra. menuju Rasulullah
saw. yang diselimuti dengan kain hibrah, maka Abu Bakar menyingkap wajah
Rasulullah saw. kemudian menciumnya dan menangis, kemudian ia berkata,
‘Kutebus dirimu dengan ayah dan ibuku, Demi Allah, Allah tidak mungkin Allah
mengumpulkan dua kematian untukmu selamanya, adapun kematian yang Allah
tuliskan atasmu kini telah engkau rasakan.”78
Az-Zuhri berkata, “Telah berkata kepadaku Abu Salamah dari Ibnu Abbas
bahwa Abu Bakar keluar menuju masjid sementara Umar sibuk ber-pidato
dihadapan manusia. Abu Bakar berkata padanya, ‘Duduklah wahai Umar!’ Namun
Umar enggan duduk, Abu Bakar berkata sekali lagi, ‘Duduklah engkau Umar!’
Namun Umar masih tetap enggan duduk. Maka Abu bakar mulai mengucapkan
tasyahhud dan akhirnya manusia meninggalkan Umar mengalihkan perhatian
mereka kepada Abu Bakar .
Abu Bakar berkata, ‘Amma Ba’du, barangsiapa di antara kalian yang
menyembah Muhammad maka sesungguhnya Muhammad sekarang telah wafat,
namun siapa yang menyembah Allah maka sesungguhnya Allah akan tetap hidup,
Allah berfirman,
* Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu
sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik
ke belakang (murtad).’ (Ali Imran: 144).
Ibnu Abbas berkata, ‘Demi Allah seolah-olah manusia tidak pernah tahu
bahwa Allah pernah menurunkan ayat ini hingga dibacakan oleh Abu Bakar, dan
akhirnya semua orang menerima ayat tersebut dan selalu mereka bacakan ketika
mereka ditimpa musibah’.”79
Az-Zuhri berkata, “Telah berkata kepadaku.Sa’id bin Musayyib bahwa Umar
berkata, ‘Demi Allah aku tidak sadar hingga aku dengar Abu Bakar membacakan
ayat tersebut, maka aku yakin bahwa itulah yang benar, tanpa sadar akupun jatuh
terduduk kakiku tak kuat lagi menahan tubuhku, maka yakinlah aku ketika Abu
Bakar membacakan ayat itu bahwa Rasulullah saw. telah wafat’.”
Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Yahya bin Bukair.80

……………………………………

PERINGATAN
Al-Waqidi menyebutkan dari guru-gurunya, mereka berkata, “Ketika orang-
orang mulai memperdebatkan perihal Rasulullah saw. sebagian mengatakan bahwa
beliau telah wafat dan sebagian lainnya mengatakan bahwa reliau belum wafat,
maka Asma binti Umais meletakkan tangannya di atas kedua pundak Rasulullah
saw. dan berkata, ‘Sesungguhnya Rasulullah saw. telah wafat, sebab tanda
kenabian yang berada di pundaknya telah lenyap.’ Inilah tanda kematiannya,
sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh al-Hafizh al-Saihaqi dalam kitabnya
Dalail an-Nubuuwah81 dari jalan al-Waqidi, sementara al-Waqidi dinilai dhaif
(lemah), dan iapun tidak menyebutkan nama guiru-gurunya, ditambah lagi riwayat
ini terputus, menyelisihi hadits yang shahih, dan maknanya sangat aneh sekali,
bagaimana mungkin tanda kenabian beliau terhapus atau hilang.”
Al-Waqidi dan yang lainnya menyebutkan dalam kitab al-Wafat berita-berita
yang sangat aneh dan mungkar, sengaja tidak kami sebutkan disebabkan kadar
sanadnya sangat lemah dan dan matannya yang mungkar, apalagi yang disebutkan
oleh tukang cerita yang datang belakangan, banyak sekali berita yang dipastikan
palsu, cukuplah hadits-hadits yang shahih maupun hasan yang terdapat dalam
kitab-kitab yang masyhur daripada menukil dari kitab-kitab yang dipenuhi
kebohongan dan tidak dikenal sanadnya.

……………………………………………………………..

PERKARA-PERKARA PENTING YANG TERJADI
SETELAH RASULULLAH SAW. WAFAT DAN SEBELUM
DIKEBUMIKAN

Perkara besar dan agung bagi agama Islam dan umatnya adalah proses rmbaiatan
Abu Bakar ash-Shiddiq ra.. Sebab ketika Rasulullah saw. wafat, Abu
Bakar ash-Shiddiq ra. telah menjadi imam kaum muslimin dalam shalat subuh,
pada waktu itu Rasulullah saw. telah bangun dari sakitnya serta sempat menjenguk
kaum muslimin dengan menyingkap tirai pembatas rumahnya dengan masjid.
Ketika itu Rasulullah saw. memandang kepada kaum muslimin yang shalat
bershaf-shaf dibelakang Abu Bakar ash-Shiddiq ra., beliau merasa senang dan
tersenyum hingga menyebabkan kaum muslimin hampir-hampir me-ninggalkan
shalatnya disebabkan rasa gembira melihat Rasulullah saw. telah pulih, dan hampir
saja Abu Bakar mundur demi melihat Rasulullah saw. namun beliau
mengisyaratkan kepada mereka semua agar tetap di tempat masing-masing dan
melanjutkan shalat kemudian beliau menutup tirai rumahnya.
Itulah akhir perjumpaan mereka dengan Rasulullah saw. Ketika Abu bakar
pulang dari shalat maka ia masuk menghadap Rasulullah saw. dan berkata kepada
‘Aisyah ra., “Aku rasa sakit Rasulullah saw. telah sembuh.” Dan hari ini adalah
giliran puteri kharijah. Yaitu salah satu dari istrinya yang tingal di Sanuh arah
sebelah timur Madinah, maka dia segera menaiki kudanya dan berangkat ke sana.
Pada waktu tengah hari Rasulullah saw. pun wafat dan ada yang mengatakan
bahwa beliau wafat sebelum matahari tergelincir. Wallau a’lam.
Ketika beliau wafat, para sahabat saling berselisih dalam menyikapi kejadian
tersebut Ada yang mengatakan bahwa Rasulullah saw. telah wafat dan ada yang
mengatakan bahwa beliau belum wafat. Salim bin Ubaid82 berangkat menyusul
Abu Bakar ash-Shiddiq ra. ke Sanuh untuk memberitakan wafatnya Rasulullah
saw. seketika Abu Bakar datang dari rumahnya dan masuk menuju kamar
Rasulullah saw. membuka kain yang menutupi wajah Rasulullah saw. dan
menciumnya, maka Abu Bakar yakin bahwa Rasulullah saw. benar-benar telah
wafat, setelah itu ia keluar memberitakan kepada manusia dan berpi-dato di atas
mimbar menerangkan bahwa Rasulullah saw. telah wafat, sebagai-mana yang
telah disebutkan sebelumnya. Dengan pidatonya itu dia berhasil menghilangkan
perselisihan di antara para sahabat dan mereka akhirnya sepakat menerima apa
yang disampaikan oleh Abu Bakar.

…………………………………………………
PERMASALAHAN PENTING
Sebagian kaum Anshar keliru, mereka beranggapan bahwa khalifah itu dari
kalangan mereka. Bahkan pendapat lainnya mengatakan bahwa dari golongan
Anshar dan Muhajirin masing-masing saling mengangkat khalifah. Hingga
akhirnya Abu Bakar ash-Shiddiq ra. menerangkan bahwa khalifah itu tidak boleh
dijabat kecuali oleh orang-orang Quraisy. Akhirnya mereka sepakat dengan
pendapat beliau sebagaimana yang kelak akan kita terangkan secara detail.

………………………………………………………

KISAH TSAQIFAH BANI SA’IDAH DAN  KISAH UMAR

Imam Ahmad berkata, “Telah berkata kepada kami Ishaq bin Isa at-Tabba’
dia berkata, telah berkata kepada kami Malik bin Anas, dia berkata, telah berkata
kepadaku Ibnu Syihab dari Ubaidullah bin Abdillah bin Utbah Ibnu Mas’ud bahwa
Ibnu Abbas memberitahukan kepadanya bahwa Abdurrahman bin Auf kembali ke
rumahnya, Ibnu Abbas berkata,’ Aku ingin membe-rikan salam kepada
Abdurrahman bin Auf, maka dia menjumpaiku sementara aku telah menunggunya
-peristiwa itu terjadi di Mina pada waktu Umar bin al-Khaththab melaksanakan
haji yang terakhir- maka Abdurrahman berkata, ‘Seseorang pernah mendatangi
Umar dan berkata, ‘Ada orang yang mengatakan jika Umar wafat maka aku akan
membai’at si fulan!’ Maka Umar menjawab, ‘Selepas shalat Isya nanti aku akan
berbicara di hadapan manusia sambil memperingatkan mereka dari sekelompok
orang-orang yang ingin mencari masalah.’
Abdurrahman bin Auf berkata, ‘Wahai Amirul Mukmini jangan laku-kan hal
itu, sebab pada musim haji ini berkumpul orang-orang bodoh dan orang-orang
pasaran yang jumlahnya sangat banyak melebihi jumlah kita, jika anda lakukan hal
aku takut perkataan anda itu akan membuat mereka salah paham dan tidak dapat
memahaminya dengan baik hingga menimbul-kan kekacauan. Tetapi tunggulah
hingga anda sampai di Madinah, sebab Madinah adalah Darul Hijrah. Engkau
dapat berbicara dihadapan para ulama dan orang-orang yang mulia, maka
katakanlah apa yang menjadi pendapatmu tadi, pasti mereka bisa memahaminya
dan dapat menempatkan perkataanmu pada porsinya.’ Umar berkata, ‘Jika aku
sampai di Madinah dengan selamat pasti akan kusampaikan hal tersebut di hari
pertama setelah aku sampai.’
Ketika kami sampai di Madinah di penghujung bulan Dzul Hijjah, dan
bertepatan dengan hari Jum’at, maka aku bersegera pergi ke masjid dalam kondisi
sakkatul a’ma -Kutanyakan kepada Malik, ‘Apa maksud dari sakkatul ama?’ Dia
menjawab, ‘Maksudnya ia keluar dengan tergesa-gesa dan tidak memperdulikan
kapan ia keluar, apakah cuaca panas ataupun dingin dan sebagainya- maka
kudapati Sa’id bin Zaid di sisi mimbar sebelah kanan, telah mendahuluiku, aku
segera duduk di sampingnya dan lututku bersentuhan dengan lututnya. Tidak lama
kemudian datanglah Umar, ketika aku melihat-nva kukatakan, ‘Hari ini ia akan
mengeluarkan suatu pernyataan yang tidak pernah pernah diucapkan siapapun
sebelumnya. Maka Sa’id bin Zaid merasa aneh dengan ucapanku,’ ia bertanya,
‘Apakah gerangan yang akan dikatakan-nya? Hingga seorangpun belum pernah
mengucapkan sebelumnya?’
Kemudian Umar duduk di atas mimbar, ketika muadzin selesai mengumandangkan
adzan Umar berdiri. Setelah memuji Allah ia mulai berbicara, Amma
ba’du, wahai saudara-saudara sekalian, aku akan mengatakan sesuatu perkataan
yang telah ditentukan oleh Allah bahwa aku akan mengatakannya. Dan aku tidak
tahu, namun merasa ajalku telah dekat, maka barangsiapa yang memahami
perkataanku dengan baik sampaikanlah kepada orang-orang yang dapat
dijumpainya, dan barangsiapa yang tidak memahami perkataanku maka aku tidak
halalkan baginya berdusta atas namaku.
Sesungguhnya Allah telah mengutus Muhammad saw dengan kebenaran, dan
menurunkan wahyu kepadanya. Di antara ayat yang diturunkan adalah ayat
mengenai rajam, dan kita pernah membacanya dan memahaminya, bahkan
Rasulullah saw. telah melaksanakan hukum rajam dan kita telah mene-rapkan
hukum ini sepeninggal beliau.
Aku takut kelak akan ada yang berani mengatakan, ‘Kami tidak pernah
mendapati masalah rajam tertulis dalam Kitabullah, hingga akhirnya dia tersesat
dengan meninggalkan suatu kewajiban yang Allah turunkan. Maka sesungguhnya
hukum rajam itu benar-benar ada dalam kitab Allah terhadap orang yang berzina
jika telah menikah baik laki-laki maupun wanita apabila telah jelas bukti-buktinya,
atau tanda berupa al-Hablu83 maupun berdasarkan pengakuan sendiri.
Ingatlah, kita pernah membaca, “janganlah kalian membenci bapak-bapak
kalian sesungguhnya kalian dianggap kufur jika membenci bapak-bapak kalian.”
Ingatlah! sesungguhnya Rasulullah saw. pernah bersabda,
‘Janganlah kalian menyanjung aku sebagimana Isa bin Maryam disanjung,
sesungguhnya aku hanyalah seorang hamba, karena itu katakanlah, Hamba Allah
dan RasulNya.’
Sampai kepadaku berita bahwa dan di antara kalian ada yang menga-takan,
‘Jika Umar telah wafat maka aku akan membai’at si fulan, maka janganlah
seseorang terkecoh dan mengatakan, bahwa bai’at Abu Bakar hanyalah kebetulan
saja dan kini telah selesai. Ingatlah! Sesungguhnya pengangkatan dirinya benar
demikian adanya, namun Allah telah menjaga keburukan terjadi, tidak ada
seorangpun di sini di antara kalian yang menyamai kedudukan Abu Bakar yang
dipatuhi oleh seluruh manusia, dan sesungguhnya beliau adalah orang yang terbaik
di antara kita.
Ketika Rasulullah saw. wafat, maka Ali, az-Zubair dan orang-orang yang
beserta mereka tidak ikut sebab kala itu mereka berada di rumah Fathimah. Kaum
Anshar tidak seluruhnya berkumpul di Saqifah Bani Sa’idah bersama kami. Lalu
datanglah kaum Muhajirin kepada Abu Bakar, kukatakan pada-nya, ‘Wahai Abu
Bakar mari kita berangkat menuju saudara-saudara kita dari golongan Anshar!
Maka kami seluruhnya berangkat menuju mereka dan berpapasan dengan dua
orang shalih dari kalangan Anshar menceritakan kepada kami apa yang sedang
dibicarakan oleh kaum Anshar, mereka berkata, ‘Hendak ke manakah kalian wahai
kaum Muhajirin?’ Aku menjawab, ‘Kami mau menemui saudara-saudara kami
kaum Anshar!’ Maka keduanya berkata, ‘Janganlah kalian mendekati mereka tetapi
selesaikanlah urusan kalian sendiri.’ Maka aku menjawab, ‘Demi Allah kami akan
menemui mereka.’ Maka kami berangkat dan menemui mereka di Tsaqifah Bani
Sa’idah, ternyata mereka sedang berkumpul, dan di antara mereka ada seorang
yang sedang berselimut. Maka kutanyakan, ‘Siapa ini?’ Mereka menjawab, ‘Sa’ad
bin Ubadah.’ Maka kukatakan, ‘Ada apa dengannya?’ Mereka menjawab, ‘Dia
sedang sakit’
Tatkala kami duduk maka berdirilah salah seorang pembicara dari mereka,
setelah memuji Allah dia berkata, ‘Amma ba’du, kami adalah kaum Anshar para
penolong Allah dan pionir-pionir Islam, dan kalian wahai kaum Muhajirin adalah
dari kalangan Nabi kami, dan sesungguhnya telah muncul tanda-tanda dari kalian
bahwa kalian akan turut mendominasi kami di sini, di tempat tinggal kami ini dan
akan mengambil alih kekuasaan dari kami.’
Ketika ia diam maka aku ingin berbicara, dan aku sebelumnya telah
mempersiapkan redaksi yang kuanggap sangat baik dan menakjubkan aku. aku
ingin mengatakannya di hadapan Abu Bakar, dan aku lebih terkesan sedikit lebih
keras darinya, maka aku khawatir dia akan mengalah. Namun dia lebih lembut
dariku dan lebih disegani. Abu Bakar mencegahku berbicara dan berkata,
‘Tahanlah sebentar!’ Maka aku enggan membuatnya marah, sebab ia lebih berilmu
dariku dan lebih disegani, dan demi Allah tidak satupun kalimat yang
kupersiapkan dan aku anggap baik kecuali beliau sam-paikan dengan ekspresinya
yang begitu baik dan lancar bahkan lebih baik dariku, hingga akhirnya ia diam.’
Kemudian ia berkata, ‘Amma ba’du, apapun mengenai kebaikan yang telah kalian
sebutkan, maka benar adanya dan kalianlah orangnya. Namun orang-orang Arab
hanya mengenai kabilah ini yakni Quraisy. Secara nasab merekalah yang paling
mulia di antara bangsa-bangsa Arab. Demikian pula tempat tinggal mereka yang
paling mulia daripada seluruhnya. Karena itu aku rela jika urusan kekhalifahan ini
diserahkan kepada salah seorang dari dua lelaki ini, terserah kalian memilih antara
keduanya, kemudian dia menarik tanganku dan tangán Abu Ubaidah bin al-Jarrah,
maka aku tidak sedikitpun merasa benci dengan semua perkataannya kecuali satu
hal ini, dan demi Allah jika aku maju dan dipenggal kepalaku namun tidak
menanggung beban ini lebih kusukai dari pada aku memimpin orang-orang yang
terdapat di dalamnya Abu Bakar, kecuali jika diriku kelak berubah sebelum mati.’
Kemudian salah seorang Anshar berkata, ‘ana juzailuha al-muhakkak wa –
uzaiquha al-murajjab, dari kami seorang pemimpin dan dari kalian pilihlah seorang
pemimpin wahai orang-orang Quraisy -perawi Ishaq bin Isa bertanya kepada
Malik, ‘Apa makna ungkapan ‘juzailuha al-muhakkak wa uzaiquha al-murajjab’
dia menjawab, ‘Maksudnya akulah pemimpin yang tertingi’ Kemudian Umar
melanjutkan, ‘Maka mulailah orang-orang mengangkat suara dan timbul keributan,
hingga kami mengkhawatirkan terjadinya perselisihan, maka aku katakan, ‘Berikan
tanganmu wahai Abu Bakar, maka ia berikan tangannya dan aku segera
membai’atnya, maka seluruh Muhajirin turut membai’at, yang kemudian diikuti
oleh kaum Anshar, dan kami tinggalkan Sa’ad bin Ubadah, hingga ada yang
berkomentar dari mereka tentangnya, Kalian telah membinasakan Sa’ad,’ maka
aku sambut, ‘Allah-lah yang telah membinasakan Sa’ad.’ Kemudian Umar
melanjutkan pidatonya dan berkata, ‘Demi Allah, kami tidak pernah menemui
perkara yang paling besar dari perkara bai’at terhadap Abu Bakar. Kami sangat
takut jika kami tingalkan mereka tanpa ada yang dibai’at, maka mereka kembali
membuat bai’at. Jika seperti itu kondisinya kami harus memilih antara mematuhi
bai’at mereka padahal kami tidak merelakannya, atau menentang bai’at yang
mereka buat yang pasti akan menimbulkan kehancuran, maka barang siapa
membai’at seorang amir tanpa musyawarah terlebih dahulu, bai’atnya dianggap
tidak sah. Dan tidak ada bai’at terhadap orang yang mengangkat bai’at
terhadapnya, keduanya harus dibunuh’.” Malik berkata, “Telah berkata kepadaku
Ibnu Syihab dari Urwah bahwa dua orang yang berpapasan dengan kaum
Muhajirin tadi adalah Uwaim bin Sa’idah dan Ma’an bin Adi. Ibnu Syihab berkata,
‘Telah berkata kepadaku Sa’id bin Musayyib bahwa yang berkata, ‘ana juzailuha almuhakkak
wa uzaiquha al-murajjab’ adalah al-Hubab bin al-Munzir.84 Dan hadits
ini diriwayatkan oleh sejumlah ulama hadits dalam kitab-kitab mereka85 dari
banyak jalur di antaranya dari Malik dan Iain-lain dari az-Zuhri.” Imam Ahmad
berkata, “Telah berkata kepadaku Muawiyah dari Amru dia berkata, telah berkata
kepada kami Zaidah, dia berkata, telah berkata kepada kami Ashim, dan telah
berkata kepadaku Husain bin Ali dari Zaidah dari Ashim dari Abdullah -yaitu Ibnu
Mas’ud- ia berkata, ‘Tatkala Rasulullah saw. wafat, orang-orang Anshar berkata,
dari kami ada seorang amir dan dari kalian ada seorang amir pula, maka Umar
mehdatangi mereka dan berkata, ‘Wahai kaum Anshar, bukankah kalian
mengetahui bahwa Rasulullah saw. telah memerintahkan Abu Bakar menjadi
Imam manusia? Siapa di antara kalian yang mengakui bahwa hatinya lebih mulia
daripada Abu Bakar?’ Maka kaum Anshar berkata, ‘Na ‘udzubillah bila kami
mengaku lebih mulia dari Abu Bakar.’86 Imam Nasa’i meriwayatkannya dari Ishaq
bin Rahawaih dan Hannad bin as-Suuri dari Husain bin Ali al-Ju’fi dari Zaidah’.”87
Imam Ali al-Madini meriwayatkan dari Husain bin Ali sambil berkata, “Shahih
dan aku tidak mengetahuinya melainkan dari jalan Zaidah dari Ashim, dan Imam
Nasa’i juga meriwayatkannya dari jalan Salamah bin Nubaith, dari Nuaim bin Abi
Hind, dari Nubaith bin Syarith dari salim bin Ubaid dari Umar dengan makna yang
sama.88 Diriwayatkan dari Umar bin al-Khaththab semakna dengan riwayat di atas
dari jalur lain, dan dari jalur Ibnu Ishaq dari Abdullah bin Abi Bakar dari az-Zuhri
dari UbaiduUah bin Abdullah dari Ibnu Abbas dari Umar, dia berkata, Wahai
kaum muslimin sesunguhnya yang paling berhak menggantikan Rasulullah saw.
adalah sahabatnya yang menyertainya dalam gua. Dialah Abu Bakar yang selalu
terdepan dan paling di utamakan. Kemudian segera kutarik tangannya dan ternyata
ada seorang Anshar yang lebih dahulu menariknya dan membaiatnya sebelum aku
sempat meraih tangannya. Setelah itu baru aku membaiatnya dengan tanganku
yang kemudian diikuti oleh orang ramai.”89 Muhammad bin Sa’ad90 meriwayatkan
dari Arim bin al-Fadhl dari Ham-mad bin Zaid dari Yahya bin Sa’id dari al-
Qashim bin Muhammad, kemudian ia mulai menyebutkan kisah yang semakna
dengan sebelumnya. Namun dalam riwayat ini disebutkan nama orang Anshar
yang pertama kali membai’at Abu Bakar ash-Shiddiq ra. sebelum Umar bin al-
Khaththab. Yaitu Basyir bin Sa’ad, ayah an-Nukman bin Basyir.

……………………………………………………
PENGAKUAN SAAD BIN UBADAH RA. TENTANG
KESHAHIHAN APA YANG DIUCAPKAN OLEH ABU
BAKAR RA. DI SAQIFAH

Imam Ahmad berkata, “Telah berkata kepada kami Affan dia berkata, telah
berkata kepada kami Abu Uwanah dari Dawud bin Abdullah al-Awdi dari Humaid
bin Abdurrahman dia berkata, ‘Ketika Rasulullah saw. wafat Abu Bakar masih di
ujung kota Madinah. Setelah mendengar berita ia segera datang dan membuka kain
penutup wajah Rasulullah saw. lalu menciumnya, dia berkata, ‘Aku menebusmu
dengan ayah dan ibuku, alangkah harumnya wangimu sewaktu hidup dan sesudah
mati, sesungguhnva Muhammad saw. benar-benar wafat, demi Rabb pemilik
Ka’bah’, kemudian Humaid melanjut-kan, ‘Maka berangkatlah Abu Bakar dan
Umar dengan bergegas hingga mereka sampai di tempat mereka berkumpul (yakni
Saqifah Bani Sa’idah). Kemudian Abu Bakar mulai berbicara menyebutkan segala
kebaikan orang Anshar, tidaklah segala kebaikan yang pernah disebutkan
Rasulullah saw. atas mereka kecuali disebutkan seluruhnya oleh Abu Bakar. Di
antara perkataan-nya, Kalian mengetahui bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda,
‘Andai saja manusía menempuh jalan di satu lembah sementara kaum Anshar
menempuh satu jalan maka pastí akan kutempuh jalan kaum Anshar.’ Dan engkau
telah mengetahui wahai Sa’ad bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda -saat itu
engkau sedang duduk-, ‘Sesungguhnya kaum Quraisylah yang paling berhak
menjadi pemimpin. kebaikan manusia akan mengikuti kebaikan yang ada pada
mereka dan kejelekan manusia akan pula mengikuti kejelakan yang ada pada mereka.’
Maka Sa’ad berkata, ‘Engkau benar, kami hanyalah menjadi wazir dan kalianlah
yang menjadi Amir’.” 91
Imam Ahmad berkata, “Telah berkata kepada kami Ali Ibnu Abbas, dia
berkata, telah berkata kepada kami al-Walid bin Muslim, dia berkata, telah berkata
kepada kami Yazid bin Sa’id bin Zi Udhwan al-Absi dari Abdul Malik bin Umair
al-Lakhmi dari Rafi ath-Tha’i yang menemani Abu Bakar ash-Shiddiq ra. dalam
peperangan Dzatus Salasil. Dia berkata, ‘Kutanyakan radanva mengenai masalah
pembaiatannya, maka Abu Bakar menceritakan radanva tentang apa yang telah
direncanakan oleh kaum Anshar, apa yang ia katakan kepada mereka serta
tanggapan mereka dan apa yang dikatakan oleh Umar bin al-Khaththab kepada
kaum Anshar. Bagaimana Rasulullah saw. telah memerintahkanku (Abu Bakar)
untuk menjadi Imam shalat ketika beliau sakit, karena itulah mereka membaiatku
dan karena itu pula kuterima pembai’atan mereka atasku, sebab aku takut fitnah
yang akan datang, yaitu murtadnya orang-orang Arab.’92 Sanad ini baik dan kuat.”
Adapun makna yang dapat dipahami dari riwayat ini bahwa penyebab Abu
Bakar menerima bai’at mereka terhadap dirinya tidak lain karena ketakutan beliau
akan muncul fitnah jika beliau tidak menerima pembai’atan tersebut dan hal ini
terjadi di penghujung hari Senin, keesokan harinya –pagi hari Selasa- seluruh
manusia berkumpul di Masjid dan sempurnalah bai’at atas dirinya dari seluruh
kaum Muhajirin dan Anshar. Dan hal itu terjadi sebelum pelaksanaan terhadap
jenazah Rasulullah saw. disiapkan.

…………………………………………………….
PELANTIKAN ABU BAKAR RA. SEBAGAI KHALIFAH DI
MASJID DAN PIDATO PELANTIKANNYA
Imam al-Bukhari berkata, “Telah berkata kepada kami Ibrahim bin Musa dia
berkata, ‘Telah berkata kepada kami Hisyam dari Ma’mar dari az-Zuhri, dia
berkata, ‘Telah berkata kepadaku Anas bin Malik bahwa dia mendengar pidato
terakhir Umar ketika duduk di mimbar satu hari setelah Rasulullah saw. wafat,
sementara Abu Bakar duduk dan diam. Umar berkata, ‘Aku ber-harap agar
Rasulullah saw. diberi umur yang panjang hingga menjadi orang yang paling
terakhir di antara kita -maksudnya agar Rasulullah saw. yang terakhir diwa-fatkan
setelah seluruh sahabat wafat- kini beliau telah wafat, namun Allah telah
menjadikan di hadapan kita cahaya petunjuk yang telah diberikannya kepada
Muhammad, selanjutnya Abu Bakar adalah Sahabat Rasulullah saw. ketika
mereka berdua berada dalam gua. Beliaulah yang paling pantas menjadi pimpinan
segala urusan kalian, maka berdirilah dan bai’atlah dia,’ -sebelumnya sebagian dari
kaum muslimin telah membaitnya ketika berada di Saqifah Bani Sa’idah- namun
bai’at secara umum baru terlaksana dalam masjid di atas mimbar.”
Az-Zuhri berkata, “Diriwayatkan dari Anas bin Malik, dia berkata, ‘Aku
mendengar Umar berkata pada hari itu kepada Abu Bakar, ‘Naiklah ke atas
mimbar,’ maka iapun terus menuntut hingga Abu Bakar akhirnya naik ke atas
mimbar dan dibai’at oleh seluruh kaum muslimin.
Muhammad Ibnu Ishaq berkata Telah berkata kepadaku az-Zuhri dia berkata,
‘Telah berkata kepadaku Anas bin Malik, dia berkata, ‘Ketika Abu Bakar dibai’at di
Saqifah, keesokan harinya ia duduk di atas mimbar sedang Umar berdiri
disampingnya memulai pembicaran sebelum Abu Bakar berbicara. Umar mulai
mengucapkan pujian terhadap Allah sebagai pemilik segala pujian dan sanjungan.
Kemudian berkata, ‘Wahai saudara-saudara sekalian, aku telah katakan kepada
kalian kemarin perkataan yang tidak kudapati dalam Kitabullah, dan tidak pula
pernah diberikan Rasulullah saw. padaku. Aku berpikiran bahwa pastilah
Rasulullah saw. akan hidup dan terus mengatur urusan kita -maksudnya bahwa
Rasulullah saw. akan wafat belakangan setelah para sahabat wafat, dan
sesungguhnya Allah telah meninggalkan untuk kita kitabNya yang membimbing
Rasulullah saw. maka jika kalian berpegang teguh dengannya Allah pasti akan
membimbing kalian sebagaimana Allah telah membimbing NabiNya. Dan
sesungguhnya Allah telah mengumpulkan seluruh urusan kita di bawah pimpinan
orang yang terbaik dari kalian. Ia adalah sahabat Rasulullah saw. dan orang yang
kedua ketika ia dan Rasulullah saw. bersembunyi di dalam gua. Maka berdirilah
kalian dan berikanlah bai’at kalian kepadanya.’ Maka orang-orang segera
membai’at Abu Bakar secara umum setelah sebelumnya di bai’at di Saqifah.
Selepas dibai’at Abu Bakar mulai berpidato setelah memuji Allah Pemilik
segala pujian, ‘Amma ba’du, para hadirin sekalian sesungguhnya aku telah dipilih
sebagai pimpinan atas kalian dan bukanlah aku yang terbaik, maka jika aku
berbuat kebaikan bantulah aku. Dan jika aku bertindak keliru maka luruskanlah
aku. Kejujuran adalah amanah, sementara dusta adalah suatu pengkhinatan. Orang
yang lemah di antara kalian sesungguhnya kuat di sisiku hingga aku dapat
mengembalikan haknya kepadanya Insya Allah. Sebaliknya siapa yang kuat di
antara kalian maka dialah yang lemah di sisiku hingga aku akan mengambil
darinya hak milik orang lain yang diambilnya. Tidaklah suatu kaum meninggalkan
jihad di jalan Allah kecuali Allah akan timpakan kepada mereka kehinaan, dan
tidaklah suatu kekejian tersebar di tengah suatu kaum kecuali adzab Allah akan
ditimpakan kepada seluruh kaum tersebut. Patuhilah aku selama aku mematuhi
Allah dan RasulNya. Tetapi jika aku tidak mematuhi keduanya maka tiada
kewajiban taat atas kalian terhadapku. Sekarang berdirilah kalian untuk
melaksanakan shalat semoga Allah merahmati kalian.’93
Sanad ini shahih, adapun ungkapannya, ‘Sesungguhnya Aku telah dipilih
sebagai pimpinan atas kalian dan bukanlah aku yang terbaik’ adalah bagian dari
ketawadhu’an beliau. Sebab mereka seluruhnya sepakat bahwa beliaulah yang
terbaik dan termulia.”

…………………………………………………………
BAI’AT ALI BIN ABI THALIB DAN AZ-ZUBAIR
TERHADAP ABU BAKAR
Al-Hafizh Abu Bakar al-Baihaqi berkata, “Kami diberitahukan oleh Abul
Hasan Ali bin Muhammad al-Hafizh al-Isfirayini, dia berkata, telah berkata kepada
kami Abu Ali al-Husain bin Ali al-Hafizh, dia berkata, telah berkata kepada kami
Abu Bakar Muhammad Ibnu Ishaq bin Khuzaimah, dan Ibrahim bin Abi Thalib,
keduanya berkata, telah berkata kepada kami Bandar bin Bassyar,94 telah berkata
kepada kami Abu Hisyam al-Makhzumi, dia berkata, telah berkata kepada kami
Wuhaib, dia berkata, telah berkata kepada kami Dawud bin Abi Hind, dia berkata,’
Kami diberitakan dari Abu Yadhrah dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata, ‘Ketika
Rasulullah saw. wafat, orang-orang berkumpul di rumah Sa’ad bin Ubadah.
Sementara di tengah mereka hadir Abu Bakar dan Umar. Maka seorang pembicara
berdiri dari kalangan Anshar sambil berkata, ‘Tahukah kalian bahwa Rasulullah
saw. dari golongan Muhajirin, dan penggantinya dari kaum Muhajirin juga,
sedangkan kami adalah penolong Rasulullah saw. sekaligus penolong orang yang
meng-gantikan posisinya, maka berdirilah Umar dan berkata, ‘Sesungguhnya
pembicara kalian benar! Jika kalian katakan selain itu, maka kami tidak akan
membai’at kalian, lalu Umar segera meraih tangán Abu Bakar sambil berkata,
‘Inilah pemimpin kalian, bait’atlah dia!’ Umar mulai membai’atnya lalu diikuti oleh
kaum Muhajirin dan Anshar.
Setelah itu Abu Bakar naik ke atas mimbar, kemudian ia mencari az-Zubair di
antara kaum muslimin namun tidak menemukannya. Maka seseo-rang perintahkan
untuk memanggil Zubair. Tak lama kemudian Zubair datang menghadapnya. Abu
Bakar berkata, ‘Wahai pengawal dan sepupu Rasulullah saw., apakah kamu ingin
memecah belah persatuan kaum muslimin?’ az-Zubair menjawab, ‘Janganlah
engkau menghukumku wahai khalifah Rasul!’ Az-Zubair segera berdiri dan
membaiatnya. Kemudian Abu Bakar tidak pula melihat Ali, maka beliau
perintahkan agar memanggil Ali. Tak lama kemudian Ali datang. Abu Bakar
berkata padanya, ‘Wahai sepupu Rasulullah saw. dan menantunya apakah engkau
ingin memecah belah persatuan kaum muslimin?’ Ali menjawab, ‘Tidak, janganlah
engkau menghukumku wahai Khalifah Rasulullah saw.!’ Maka Ali segera
membai’atnya. Begitulah yang sebenarnya terjadi dan seperti itulah kira-kira
maknanya.”95
Abu Ali al-Hafizh berkata,”Aku mendengar Muhammad Ibnu Ishaq bin
Khuzaimah berkata, Muslim bin Hajjaj datang kepadaku menanyakan perihal
hadits ini, maka aku tuliskan hadits ini dalam sebuah kertas kemudian aku bacakan
untuknya, maka dia berkata, ‘Hadits ini senilai dengan satu ekor unta?’ Kujawab,
‘Seekor unta? Tidak! bahkan hadits ini senilai dengan badrah (7000 dinar).” 96
Ali bin ‘Ashim meriwayatkan dari jalur al-Jurairi, dari Abu Nadhrah dari Abu
Sa’id al-Khudri, kemudian dia menyebutkan kisah yang semakna dengan di atas.
Sanad ini shahih dari hadits Abu Nadhrah al-Munzir bin Malik bin Quta’ah, dari
Abu Sa’id Sa’ad bin Malik bin Sinan al-Khudri.97

…………………………………………….
BEBERAPA FAEDAH PENTING
Dalam riwayat ini banyak sekali manfaat besar yang dapat dipetik di
antaranya, tentang bai’at Ali terhadap Abu Bakar. Kejadian ini terjadi di hari
pertama ataupun di hari kedua setelah Rasulullah saw. wafat. Itulah pendapat yang
benar, sebab Ali bin Abi Thalib tidak pernah berpisah dengan Abu Bakar ash-
Shiddiq ra. sesaatpun, dan Ali sendiri tidak pernah berhenti shalat di belakangnya.
Sebagaimana yang akan kami sebutkan nanti. Bahkan Ali turut keluar bersamanya
menuju Dzul Qashshah ketika Abu Bakar ash-Shiddiq ra. menghunus pedangnya
ingin menumpas orang-orang yang murtad, sebagaimana yang kelak akan kami
terangkan. Namun karena Fathimah sedikit kesal terhadap Abu Bakar disebabkan
persepsinya yang salah mengenai warisan Rasulullah saw., ia tidak mengetahui
bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda, “Kami tidak mewarisi apa-apa, dan apa
yang kutinggalkan adalah sedekah” Oleh karena itu Abu Bakar ash-Shiddiq ra. tidak
memberikan warisan Rasulullah saw. kepadanya, kepada para istrinya maupun
paman-pamannya berdasarkan hadits yang jelas ini, sebagaimana kelak akan kami
terangkan pada waktunya. Fathimah memohon padanya agar Ali dapat mengurus
tanah Rasulullah saw. yang berada di Khaibar dan di Fadak, namun Abu Bakar
tidak mengabulkan per-mintaannya, sebab dia berpendapat bahwa di atas
pundaknyalah kewajiban mengurus seluruh tanah milik Rasulullah saw. Abu
Bakar adalah orang yang jujur, baik, mendapat petunjuk, dan selalu mengikuti
kebenaran.
Akhirnya muncul dari dalam diri Fathimah rasa marah dan kesal ter-hadapnya
-apalagi Fathimah adalah seorang wanita yang tidak ma’shum wajar jika ia
memboikot Abu Bakar ash-Shiddiq ra. hingga wafat. Oleh karena itu Ali berusaha
menjaga perasaan istrinya dengan berbuat apa-apa yang dianggap dapat
menyenangkannya. Namun ketika Fathimah wafat persis enam bulan sejak
wafatnya Rasulullah saw., Ali memandang perlu memperbaharui bai’atnya
terhadap Abu Bakar, sebagaimana yang kelak akan kita sebutkan dalam Shahihain
dan kitab-kitab lain-lainnya insya Allah. Walaupun sebelum-nya Ali telah
membai’at Abu Bakar sebelum Rasulullah saw. dimakamkan.
Hal tersebut menguatkan kebenaran perkataan Musa bin Uqbah dalam kitab
Maghazinya dari Sa’ad bin Ibrahim, dia berkata, Telah berkata kepada-ku bapakku,
bahwa bapaknya -Abdurrhman bin Auf- pernah bersama Umar dan Muhammad
bin Maslamah mematahkan pedang Zubair, kemudian Abu Bakar berpidato dan
memohon maaf dari para hadirin sambil berkata, Sesungguhnya aku tidak pernah
berambisi untuk menjadi pemimpin baik siang maupun malam. Dan aku tidak
pernah pula meminta hal tersebut baik sembunyi-sembunyi maupun terangterangan.”
Maka orang-orang Muhajirin menerima perkataannya.
Ali dan Zubair berkata, “Kami tidak merasa marah kecuali karena kami tidak
diikutkan dalam musyawarah pemilihan kalian, tetapi kami tetap berpandangan
bahwa Abu Bakarlah yang paling pantas menjadi pemimpin. Dialah orang yang
menemani Rasulullah saw. bersembunyi di dalam gua. Kita telah mengetahui
kemulian dan kebaikannya. Dialah yang diperintahkan Rasulullah saw. untuk
menjadi imam shalat manusia ketika Rasulullah saw. hidup.” Sanad ini dinilai
baik, Alhamdulillah Rabb al-Alamin.

………………………………………………………..
IJMA’ SAHABAT UNTUK MEMILIH ABU BAKAR
SEBAGAI KHALIFAH DAN PEMBAIATAN BELIAU
TANPA ADANYA NASH

Barangsiapa memperhatikan apa yang telah kami sebutkan, maka akan terlihat
jelas ijma’ (kesepakatan) sahabat dari kalangan Muhajirin maupun Anshar untuk
mengangkat Abu Bakar sebagai Khalifah. Semakin jelas pula maksud sabda
Rasulullah saw. “Allah dan kaum mukminin enggan menerima kecuali Abu
Bakar”, akan semakin jelas baginya bahwa Rasulullah saw. tidak pernah menulis
secara langsung dalam bentuk teks siapa yang menggantikan beliau setelah beliau
wafat Baik Abu Bakar, sebagaimana anggapan sebagian Ahlus Sunnah, maupun
pula Ali, sebagaimana anggapan kaum Syi’ah Rafidhah. Namun Rasulullah saw.
telah memberikan isyarat kuat untuk memilih Abu Bakar. Hal itu akan dapat
dipahami dengan mudah oleh seluruh orang berakal. Sebagaimana yang telah kami
kemukakan, Alhamdulillah.
Dalil yang Menunjukkan Bahwa Rasulullah saw. Tidak
Menunjuk Seorangpun Sebagai Khalifah Sepeninggal Beliau98
1) Disebutkan dalam kitab Shahiliain dari hadits Hisyam bin Urwah dari
ayahnya dari Ibnu Umar, Ketika Umar bin al-Khaththab ditikam, ada seseorang
yang bertanya kepadanya, “Tidakkah engkau menunjuk penggan-timu wahai
Amirul Mukminin?” Beliau menjawab, “Jika aku memilih penggantiku sebagai
khalifah maka sesungguhnya hal itu telah dilakukan oleh orang yang lebih baik
dariku, yaitu Abu Bakar. Dan jika aku tidak menunjuk pengganti, maka hal itu
telah dilakukan juga oleh orang yang lebih baik dariku, yaitu Rasulullah saw..”
Ibnu Umar berkata, “Maka ketika itu aku ketahui bahwa Rasulullah saw. tidak
pernah menunjuk penggantinya.” 99
2) Sufyan ats-Tsauri berkata, Aswad bin Qais meriwayatkan dari Amru bin
Sufyan, dia berkata, “Ketika Ali menang dalam perang Jamal, beliau ber-pidato,
‘Wahai sekalian manusia sesungguhnya Rasulullah saw. tidak pernah menjanjikan
kepada kami untuk mendapatkan jabatan ini sama sekali. Kami sepakat bahwa
Abu Bakarlah yang pantas menggantikan beliau. Dan ternyata beliau dapat
menjalankan kepemimpinannya dengan baik hingga beliau wafat. Kemudian
menurut Abu Bakar, Umarlah yang lebih layak, maka beliau memilih Umar. Dan
ternyata Umar juga dapat menjalankan amanah dengan istiqomah hingga beliau
wafat -atau dia berkata- hingga beliau dapat mene-gakkan agama’.100
3) Imam Ahmad berkata, “Telah berkata kepada kami Abu Nuaim, dia
berkata, telah berkata kepada kami Syuraik dari al-Aswad bin Qais dari Amru bin
Sufyan, dia berkata, ‘Seorang lelaki berkhutbah di Basrah ketika Ali menang.
Maka Ali berkata, ‘Khathib ini as-syahsyah (berbicara tidak berle-bihan)101 –
sesungguhnya Rasulullah saw. terdahulu memimpin, kemudian datang setelah
beliau Abu Bakar dan yang ketiga adalah Umar. Setelah mereka, gelombang fitnah
datang menerpa kita menurut apa yang telah dikehendaki oleh Allah SWT.” .
4) Al-Hafizh al-Baihaqi berkata, “Telah berkata kepada kami Abu Abdullah
Al-Hafizh, dia berkata, telah berkata kepada kami Abu Bakar Muhamad bin
Ahmad al-Mazki di Marwa, dia berkata, telah berkata kepada kami Abdullah bin
Rauh al-Madaini, dia berkata, telah berkata kepada kami Syabbabah bin Sawwar,
dia berkata, telah berkata kepada kami Syu’aib bin Maimun dari Husein bin
Abdurrahman, dari as-Sya’bi dari Abu Wa’il, dia berkata, ‘Pernah ditanyakan
kepada Ali bin Abi Thalib,’Apakah engkau tidak memilih penggantimu untuk
kami?’ Beliau menjawab, ‘Rasulullah saw. tidak pernah memilih penggantinya,
kenapa aku harus memilih? Namun jika Allah ingin kebaikan untuk manusia, Dia
pasti akan mengumpulkan segala urusan mereka di bawah pimpinan orang yang
terbaik dari mereka sebagai-mana Allah telah memilih pemimpin terbaik setelah
Rasulullah saw. dari orang yang terbaik di antara mereka102.’ Sanadnya baik
namun mereka tidak mengeluarkannya.”
5) Yaitu yang disebutkan oleh Imam al-Bukhari dari hadits az-Zuhri dari
Abdullah bin Ka’ab bin Malik dari Ibnu Abbas, “Ketika Abbas dan Ali keluar dari
sisi Rasulullah saw. ada yang bertanya kepada mereka, ‘Bagaimana -keadaan
Rasulullah saw.?’ Ali menjawab, ‘Alhamdulillah kondisi beliau lebih baik,’ namun
Abbas berkata, ‘Sesungguhnya engkau keliru, aku benar-benar mengetahui wajahwajah
Bani Hasyim jika akan meninggal, aku benar-benar melihat dari wajah
Rasulullah saw. yang menandakan bahwa beliau akan meninggal. Maka mari kita
pergi dan bertanya kepada beliau siapa yang kelak menjadi penggantinya. Jika
kelak penggantinya dari kita maka kita akan mengetahuinya. Dan jika ternyata
kelak kepemimpinan tersebut bukan milik kita. maka kita dapat menyuruh orang
tersebut dan Rasulullah saw. bisa berwasiat padanya untuk menjaga kita.’ Maka
Ali berkata, ‘Aku tidak akan menanyakan hal itu kepada beliau! Demi Allah jika
beliau tidak memberikan kepemimpinan kepada kita, mustahil manusia akan
mengangkat kita selama-lamanya setelah beliau wafat.’ Kisah ini diriwayatkan
oleh Muhammad Ibnu Ishaq dari az-Zuhri dengan makna yang sama. Dan dalam
riwayat ini disebutkan, ‘Maka keduanva masuk menemui Rasulullah saw. ketika
beliau akan meninggal, di akhir riwayat disebutkan, ‘Wafatlah Rasulullah saw.
pada waktu Dhuha setelah matahari meninggi pada hari itu’.”103
Ibnu Katsir berkata, “Peristiwa itu terjadi pada hari Senin yaitu pada hari
wafatnya Rasulullah saw. Dan ini menunjukkan bahwa ketika beliau wafat beliau
tidak meninggalkan wasiat siapa yang menjadi pemimpin setelah beliau.”
Dalam kitab Shahihain diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa petaka terbesar
terjadi ketika ada yang berusaha menghalangi keinginan Rasulullah saw. untuk
menuliskan sebuah wasiat. Sebagaimana yang telah kita sebutkan bahwa beliau
minta agar seseorang menuliskan untuknya sebuah wasiat agar mereka tidak
tersesat setelah wafatnya. Namun ketika banyak suara-suara yang saling berselisih
antara pro dan kontra di sisi Rasulullah saw. maka beliau berkata, “Berdirilah
kalian tinggalkan aku, sesungguhnya apa yang aku lakukan lebih baik daripada apa
yang kalian serukan. “Telah kita sebutkan sebelumnya bahwa setelah itu beliau
berkata, “Allah dan kaum mukminin tidak rela kecuali kepada Abu Bakar.”104
Dalam kitab Shahihain diriwayatkan dari hadits Abdullah bin Aun dari Ibrahim at-
Taimi dari al-Aswad, dia berkata, “Ditanyakan kepada ‘Aisyah ra., mengenai
perkataan orang-orang yang menerangkan bahwa Rasulullah saw. telah
memberikan wasiat kepada Ali (untuk menjadi Khalifah) maka ia berkata, ‘Apa
yang diwasiatkan Rasulullah saw. kepada Ali?’ ‘Aisyah ra. menjawab, ‘Beliau
(Rasulullah saw.) menyuruh agar bejana tempat buang air kecil dibawakan,
kemudian ia bersandar dan akulah yang menjadi tempat sandarannya, tak lama
kepala beliau terkulai jatuh dan ternyata beliau telah wafat tanpa aku ketahui.’ Jadi
bagaimana mungkin orang-orang itu mengatakan bahwa Rasulullah saw.
memberikan wasiat kepada Ali?”105
Dalam kitab diriwayatkan dari hadits al-A’masy dari Ibrahim at-Taimi dari
ayahnya, dia berkata, “Ali bin Abi Thalib berpidato di hadapan kami dan berkata,
‘Barangsiapa menganggap bahwa kami memiliki sesuatu wasiat (dari Rasulullah
saw.) selain Kitabullah dan apa yang terdapat dalam sahifah -secarik kertas yang
tersimpan dalam sarung pedangnya berisi tentang umur unta dan diyat tindakan
kriminal- maka sesungguhnya dia telah berkata dusta! Dan di antara sahifah itu
disebutkan sabda Rasulullah saw.
‘Madinah adalah tanah suci antara gunung ‘Ir dan Tsaur106, maka barangsiapa
membuat sesuatu yang baharu atau melindungi orang tersebut maka atasnya laknat
Allah, malaikat, dan seluruh manusia, Allah tidak akan menerima dari-nya sedikitpun
tebusan. Dan barangsiapa menisbatkan dirinya kepada selain ayahnya ataupun
menisbatkan dirinya kepada selain maulanya (tuannya)
maka atasnya laknat Allah, malaikat, dan seluruh manusia. Allah tidak akan
menerima darinya sedikitpun tebusan, dan sesungguhnya dzimmah (jaminan
keamanan yang diberikan kaum muslimin terhadap orang kafir) adalah satu. Maka
barangsiapa merusak dzimmah seorang mukmin maka atasnya laknat Allah,
malaikat, dan seluruh manusia. Allah tidak akan menerima darinya sedikitpun
tebusan maupun suapan’.”107
Bantahan Terhadap Kaum Syi’ah Rafidhah
Hadits dari Ali yang terdapat dalam kitab Shahihain maupun dalam kitab
lainnya merupakan bantahan telak terhadap kaum Syi’ah Rafidhah yang
beranggapan bahwa Rasulullah saw. telah mewasiatkan urusan kekhalifahan
kepada dirinya. Jika benar apa yang mereka klaim pastilah tidak satupun sahabat
berani menolak wasiat tersebut, sebab mereka adalah generasi yang paling patuh
terhadap Allah dan RasulNya, baik ketika Rasul hidup maupun setelah beliau
wafat. Dan sangat mustahil jika mereka berani mengubah wasiat Rasulullah saw.
dengan memajukan calon yang tak pernah dipilih oleh beliau. Atau sebaliknya,
mengenyampingkan orang yang beliau tunjuk. Mustahil hal ini mereka lakukan,
dan barangsiapa menganggap para sahabat berbuat demikian berarti ia telah
terang-terangan menyatakan bahwa seluruh sahabat adalah fasik dan telah
bersepakat membangkang perintah Rasulullah saw. dan menentang hukum serta
wasiat beliau. Barangsiapa berani berbuat hal itu berarti dia telah melepaskan
dirinya dari ikatan Islam. Dan secara ijma’ dihukumi kafir oleh seluruh ulama,
bahkan darah mereka itu lebih halal lagi untuk ditumpahkan.
Selanjutnya jika wasiat ini memang ada mengapa Ali tidak menjadikannva
sebagai senjata untuk menghujat para sahabat bahwa beliaulah yang berhak
mengemban urusan kekhalifahan? Jika ternyata beliau tidak dapat menjalankan
wasiat tersebut maka beliau dianggap lemah. Dan seorang yang lemah tidak pantas
menjadi pemimpin (khalifah). Dan jika ternyata beliau mampu, tetapi tidak
melaksanakannya berarti beliau seorang penghianat. Dan seorang penghianat
adalah fasik yang harus disingkirkan dari kursi kekhalifahan. Dan jika ternyata
beliau tidak tahu bahwa wasiat tersebut memang ada, maka berarti beliau adalah
seorang yang jahil. Lalu bagaimana pula jika beliau sendiri tidak tahu sementara
orang yang datang setelahnya mengetahui hal ini? Bukankah ini suatu perkara
yang mustahil dan dusta yang dibarengi dengan kebodohan dan kesesatan?
Oleh karena itu anggapan seperti ini hanya dapat diterima oleh benak-benak
orang yang jahil dan tertipu dengan diri mereka sendiri. Anggapan yang telah
dihiasi oleh tipu muslihat syetan tanpa dalil maupun keterangan yang nyata.
Hanyalah bualan dan omong kosong yang penuh kedustaan semoga kita dilindungi
oleh Allah dari kebodohan mereka yang penuh d engan kehinaan dan kekafiranhanya
kepada Allah sajalah kita berserah diri agar selalu diberi bimbingan untuk
selalu berpegang teguh dengan as-Sunnah dan al-Qur’an dan diwafatkan di atas
Islam dan imán serta diwafatkan dalam keteguhan dan keyakinan. Kemudian kita
berharap agar timbangan amal kita diberatkan, diselamatkan dari api Neraka, dan
berbahagia masuk ke dalam surga yang dijanjikan Allah. Sesugguhnya Dia Maha
Pemberi, Pengasih dan Penyayang.

……………………………………..
Bantahan Terhadap Para Pengikut Tarekat dan Tukang
Dongeng

Hadits Ali yang terdapat dalam kitab shahihain di atas sekaligus merupakan
bantahan terhadap prasangka-prasangka dusta para pengikut tarekat dan tukang
dongeng yang jahil. Mereka beranggapan bahwa Nabi saw mewasiatkan banyak
perkara kepada Ali bin Abi Thalib yang mereka sebutkan dengan panjang lebar
dengan bohong seolah-olah Nabi banyak berpesan kepada Ali, dengan ungkapan,
“Wahai Ali lakukanlah ini dan itu! Dan jangan lakukan ini dan itu! Wahai Ali yang
berbuat begini maka baginya ganjaran sebesar ini…” dan seterusnya dengan
menggunakan lafazh yang sangat kacau balau ditambah lagi kandungan makna
yang aneh dan penuh kebodohan. Pada hakikatnya hanya mengotori halaman saja,
wallahu a’lam.108

………………………………………………….
SIKAP FATHIMAH RA. DAN ALI RA. TERHADAP ABU
BAKAR RA DISEBABKAN MASALAH WARISAN NABI
SAW.
Imam al-Bukhari berkata, Bab Perkataan Rasulullah saw.
Kami (para Nabi) tidak mewariskan, dan apapun yang kami tinggalkan adalah
sedekah.”
Telah berkata kepada kami Abdullah bin Muhammad, dia berkata, telah
berkata kepada kami Hisyam, dia berkata, telah berkata kepada kami Ma’mar dari
az-Zuhri dari Urwah dari ‘Aisyah ra., bahwa Fathimah dan Abbas pernah
mendatangi Abu Bakar untuk menuntut harta waris milik mereka yang
ditinggalkan oleh Rasulullah saw. Ketika itu mereka menuntut sebidang tanah
milik Rasulullah saw. di Fadak dan jatah beliau di Khaibar, maka Abu Bakar
berkata kepada keduanya, ‘Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda,
‘Kami tidak mewariskan, dan apapun yang kami tinggalkan hakikatnya adalah
sedekah, dan sesungguhnya keluarga Muhammad mendapatkan nafkah makan mereka
dari hasil harta ini.’
Kemudian Abu Bakar melanjutkan perkataannya, ‘Demi Allah aku tidak akan
meninggalkan suatu perkara yang aku lihat Rasulullah saw. mengerjakannya
kecuali aku akan pula melakukannya!” Sejak itu Fathimah memboi-kotnya dan
tidak berbicara dengannya hingga Fathimah wafat’.”109
Imam al-Bukhari meriwayatkan hadits ini dalam Shahihnya. kitab al-
Maghazi’110
Kemudian ia melanjutkan, “Ketika Fathimah meninggal, Ali mengubur-kannya
pada malam hari tanpa memberitahukan berita ini kepada Abu Bakar setelah ia
menshalatkannya. Ketika Fathimah masih hidup Ali masih sangat disegani karena
kedudukan Fathimah. Namun ketika Fathimah wafat Ali mulai melihat banyak
orang mulai mengingkari sikapnya terhadap Abu Bakar. Maka Ali segera mencari
jalan untuk berdamai dengan Abu Bakar dan kembali membai’atnya. Setelah itu ia
segera mengirim utusan kepada Abu Bakar agar beliau menemuinya tanpa
membawa seseorangpun. Ali tidak senang jika Abu Bakar membawa Umar –
karena faham sikap umar yang keras- namun Umar berpesan kepada Abu Bakar,
‘Demi Allah, janganlah engkau mendatangi mereka sendiri!’ Abu Bakar menjawab
pula, ‘Apa yang akan mereka lakukan terhadap diriku? Demi Allah aku akan
mendatangi mereka!
Maka berangkatlah Abu Bakar kemudian setelah mengucapkan Tasyahhdud
Ali mulai berkata, ‘Sesungguhnya kami telah mengetahui keutamaanmu dan apa
yang Allah anugerahkan kepadamu. Dan sebenarnya kami tidak pernah merasa iri
dengan kebaikan yang Allah limpahkan kepadamu. Namun engkau memaksakan
kehendakmu kepada kami, sementara kami menganggap bahwa kami masih
memiliki jatah dari harta warisan yang ditinggalkan oleh Rasulullah saw. kepada
kami karena hubungan kekerabatan kami dengan beliau.’ Ali masih terus berkatakata
hingga Abu Bakar menangis dan berkata, ‘Demi Allah yang jiwaku berada di
tanganNya! sesungguhnya kerabat Rasulullah saw. lebih aku cintai dan aku
utamakan untuk lebih diperhatikan daripada kerabatku sendiri. Adapun
perselisihan yang terjadi antara kami dan kalian dalam masalah harta warisan ini
pada hakikatnya tidak pernah sedikitpun aku selewengkan dalam mengurusnya.
Tidaklah segala sesuatu yang dilakukan oleh Rasulullah saw. kecuali aku
lakukan.’ Maka Ali berkata kepada Abu Bakar, ‘Aku berjanji malam ini akan
membai’atmu kembali.’ Maka setelah melaksanakan shalat Zhuhur, Abu Bakar
naik ke atas mimbar kemudian beliau berpidato setelah mengucapkan tasyahhud
mengenai Ali dan sebab keterlambatannya memberi bai’at kepada dirinya lengkap
dengan alasan yang melatarbelakanginya. Setelah itu Ali ganti naik ke atas mimbar
dan setelah bertasyahud ia menyebutkan keutamaan Abu Bakar . keseniorannya
dalam Islam sambil menyebutkan bahwa keterlambatan-nya dalam membai’at Abu
Bakar bukan karena ingin menyainginya bukan pula karena mengingkari
keutamaan yang diberikan Allah padanya. Setelah itu ia berdiri menuju Abu Bakar
dan membai’atnya. Setelah itu orang ramai datang kepada Ali sambil
mengucapkan, ‘ahsanta’ (sikapmu benar) sejak itu orang-orang kembali dekat
kepada Ali setelah ia meralat sikapnya terdahulu.”

………………………………………………………….
Bantahan Terhadap Syubhat
Dalam kasus ini kaum Syi’ah Rafidah banyak berbicara atas dasar kebodohan
sambil mengada-ada perkara yang mereka tidak ketahui, bahkan mendustakan apaapa
yang tidak mereka pahami ilmunya dan belum sampai kepada mereka
bagaimana hakikat penafsiran yang benar dalam perkara ini. Mereka sibuk turut
campur dalam hal-hal yang tidak layak mereka campuri. Bahkan sebagian dari
mereka berupaya menolak hadits Abu Bakar yang kami sebutkan tadi dengan
alasan bertentangan dengan ayat al-Qur’an yang berbunyi,
“Dan Sulaiman telah mewarisi Dawud.” (An-Naml: 16). Dan ayat lainnya yang
berbunyi,
“Maka anugerahilah aku dari Engkau seorang putera, yang akan mewarisi aku dan
mewarisi sebahagian keluarga Ya’qub, dan jadikanlah ia, ya Rabbku, seorang yang
diridhai.” (Maryam: 5-6).
Padahal cara mereka beiistidlal (mengambil dalil) dianggap keliru karena
beberapa alasan,111
Pertama, Firman Allah,
“Dan Sulaiman telah mewarisi Dawud.” (An-Naml: 16).
Yakni mewarisi kerajaannya serta kenabiannya, artinya bahwa Kami (Allah)
menjadikannya sebagai pengganti setelah Dawud, yakni sebagai raja yang
mengatur seluruh rakyat dan sebagai hakim bagi bangsa Bani Israil. Kami jadikan
ia sebagai Nabi yang mulia sebagaimana ayahnya. Sebagaimana ayahnya seorang
Raja dan Nabi maka iapun dijadikan seperti itu pula. Bukan maksudnya di sini
bahwa Sulaiman mewarisi harta ayahnya, sebab diriwayatkan bahwa Dawud
memiliki anak yang banyak sekitar seratus orang, oleh karena itu jika makna dari
mewarisi dalam ayat tadi adalah mewarisi harta kenapa hanya Sulaiman saja yang
disebutkan sebagai pewaris ayahnya dari sekian banyak saudara-saudaranya.
Karena itu makna dari kata mewarisi adalah mewarisi kerajaan dan kenabiannya
setelah nabi Dawud wafat, karena itulah Allah berfirman,
1″Dan Sulaiman telah mewarisi Dawud, dan dia berkata, ‘Hai Manusia, kami telah
diberi pengertian tentang suara burung dan kami diberi segala sesua-tu. Sesungguhnya
(semita) ini benar-benar suata kurnia yang nyata’.” (An-Naml: 16).
Dan ayat-ayat selanjutnya.
Masalah ini telah kita bahas panjang lebar dalam kitab tafsir112 dan saya
anggap hal itu sudah cukup.
Adapun kisah Zakaria AS. sesunggunya beliau adalah seorang Nabi ‘.yang
mulia, sementara dunia dalam pandangannya sangat hina. Apalagi untuk meminta
kepada Allah agar anaknya dapat mewarisi hartanya. Beliau hanyalah seorang
pengrajin kayu dan makan dari hasil buah tangannya sebagaimana disebutkan
dalam hadits yang diriwayatkan oleh imam al-Bukhari.113 Dan beliau tidak pernah
menyimpan makanan lebih dari keperlu-anya. Mustahil jika ia meminta kepada
Allah agar diberikan anak yang dapat mewarisi hartanya, jika memang ia memiliki
harta. Sebenarnya yang ia minta adalah anak shalih yang dapat mewarisi
kenabiannya dan dapat melaksanakan apa-apa yang menjadi kemaslahatan bagi
bangsa Bani Israil, dapat menunjuki mereka kepada jalan kebenaran, oleh karena
itulah Allah menyebutkan,
Kaaf Ha Yaa ‘Ain Shaad. (Yang dibacakan ini adalah) penjelasan tetang rahmat
Rabb kamu kepada hamba-Nya Zakariya. yaitu tatkala ia berdo’a kepada Rabbnya
dengan suara yang lembut. Ia berkata,”Ya Rabbku, sesungguhnya aku telah lemah
dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdo’a
kepada Engkau, ya Rabbku. Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku
sepeninggalanku, sedang isteriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah
aku dari Engkau seorang putera, yang akan mewarisi aku dan mewarisi
sebahagian keluarga Ya’qub, dan jadikanlah ia, ya Rabbku, seorang yang diridhai.”
(QS. Maryam: 1-6).
Sampai akhir kisah. Ia berdoa, “Yang akan mewarisi aku dan mewarisi
sebahagian keluarga Ya’qub”, maksudnya mewarisi kenabian sebagaimana yang
telah kami terangkan dalam kitab tafsir114, bagi Allah segala pujian atas limpahan
karuniaNya.
Dalam riwayat Abu Salamah dari Abu Hurairah dari Abu Bakar, bahwa
Rasulullah saw. pernah bersabda,
Kata ‘Nabi’ di sini adalah isim jins yang mencakup seluruh Nabi, dan hadits ini
dihasankan oleh at-Tirmidzi,115 dalam hadits lain disebutkan,
“Kami para Nabi tidak mewariskan.”
Kedua, Bahwasanya syariat Nabi Muhammad memiliki hukum-hukum
tersendiri serta kekhususan yang tidak di miliki para nabi lainnya sebagaimana
yang akan kami terangkan secara rinci kelak di akhir sirah beliau insya Allah, jika
saja ditentukan bahwa para Nabi sebelumnya mewariskan hartanya kepada para
anaknya -dan tidak demikian hakikatnya- maka seluruh yang diriwayatkan para
sahabat seperti yang diriwayatkan keempat khalifah -Abu Bakar, Umar, Usman
dan Ali – adalah penjelas mengenai kekhususan Rasulullah saw. dalam hal ini
yang tidak dimiliki olah para nabi lainnya.
Ketiga, Wajib mengamalkan hadits ini dengan segala konsekwensinya
sebagaimana yang diterapkan para khalifah, dan keshahihannya telah diakui oleh
para ulama, baik hal ini merupakan kekhususan Nabi ataupun tidak.
Sabda beliau, “Kami para Nabi tidak pernah mewariskan dan apa yang kami
tinggalkan adalah sedekah” dari sisi lafazhnya memiliki dua makna, bisa
bermakna khabar (informasi) tentang hukum yang berlaku bagi diri beliau dan
bagi seluruh Nabi sebagaimana yang telah diterangkan. Itulah makna zhahirnya.
Dan bisa pula bermakna insya’ yaitu berupa wasiat beliau, seolah-olah beliau
berkata, “Kami tidak meninggalkan warisan, sebab semua yang kami tinggalkan
adalah sedekah.”
Maka seolah-olah beliau mengkhususkan seluruh harta yang beliau tinggalkan
menjadi sedekah. Namun makna pertama lebih dekat, dan inilah yang dipilih oleh
mayoritas ulama. Walaupun makna yang kedua dapat juga diperkuat dengan hadits
Malik dan Iain-lain dari Abu Zinad dari al-A’raj dari Abu Hurairah, bahwa
Rasulullah saw. bersabda,
“Harta warisanku tidak dibagi-bagikan walaupun hanya satu dinar. Apa yang aku
tinggalkan setelah nafkah istri-istriku dan gaji para pekerjaku adalah sedekah.”
Lafazh ini dikeluarkan dalam kitab Shahihain116 sekaligus bantahan terhadap
penyelewengan orang-orang bodoh dari kelompok Syiah tentang lafaz, “ma
tarakna sadaqoh” yang mereka barisi menjadi nasab ”sadaqoh” dengan
menjadikan ”maa” sebagai maa nafiyah (bermakna penafian). Namun mereka
tidak bisa mengakal-akali ungkapan Nabi saw. (kami tidak mewariskan), ditambah
lagi dengan lafazh hadits yang kita sebutkan ini,
Apa yang kutinggalkan setelah nafkah istri-istriku dan gaji para pegawaiku
adalah sedekah.”
Penyelewengan lafazh ini persis sebagaimana yang dilakukan oleh kelompok
Mu’tazilah bahwasanya salah seorang dari mereka membaca al-Qur’an di hadapan
seorang syaikh dari kalangan Ahlus Sunnah,
Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung.” (QS. An-Nisa\164).
Tetapi dengan menashabkan Lafzhul Jalalah, maka syaikh tadi berkata
keradanya, “Celakalah dirimu, bagaimana engkau membaca ayat dari firman Allah
yang berbunyi,
Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah
Kami tentukan dan Rabb telah berfirman (langsung kepadanya).” (Al-A’raf: 143).
Kesimpulannya wajib mengamalkan sabda Nabi,
”Kami tidak mewariskan, dan apapun yang kami tinggalkan hakikatnya adalah
sedekah.”
Bagaimanapun juga, lafazh dan maknanya tidak dapat dirubah. Oleh karena itu
hadits ini mengkhususkan keumuman ayat al-Qur’an tentang pembagian harta
warisan, yaitu kekhususan Nabi yang tidak dibagikan harta warisannya, baik
dinyatakan bahwa hukum ini khusus untuk diri beliau ataupun juga berlaku umum
bagi seluruh Nabi as.

…………………………………………….
Abu Bakar Minta Maaf Kepada Fathimah RA. Sebelum
Wafatnya

Al-Hafizh al-Baihaqi meriwayatkan dari asy-Sya’bi, dia berkata, “Ketika
Fathimah sakit Abu Bakar datang menemuinya meminta kepadanya agar diberi
izin masuk. Ali berkata padanya, ‘Wahai Fathimah, Abu Bakar datang minta izin
agar diizinkan masuk?’ Fathimah bertanya, ‘Apakah engkau ingin agar aku
memberikan izin baginya?” Ali berkata, ‘Ya ”
Maka Abu Bakar masuk dan berusaha meminta maaf padanya, sambil berkata,
‘Demi Allah tidaklah aku tinggalkan seluruh rumahku, hartaku, keluarga dan
kerabatku kecuali hanya mencari ridha Allah, ridha RasulNya dan ridha kalian
wahai ahli bait. Abu Bakar masih terus menerus membujuk-nya hingga akhirnya
Fathimah rela dan memaafkannya.’117
Sanad hadits ini baik dan kuat. Zhahirnya, Amir as-Sya’bi mendengar-nya
langsung dari Ali, ataupun dari orang yang mendengarnya dari Ali ra.
………………………………………………………
ALI BIN ABI THALIB MEMPERBAHARUI BAI’AT ATAS
ABU BAKAR SETELAH FATHIMAH RA. WAFAT
Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, an-Nasa’i meriwayatkan dari jalur yang
berbeda-beda dari az-Zuhri dari Urwah dari ‘Aisyah ra. tentang bai’at Ali terhadap
Abu Bakar -setelah wafat Fathimah- sebagaimana yang telah disebutkan
sebelumnya. Bai’at ini terjadi sebagai bai’at penguat perdamaian antara keduanya,
sekaligus bai’at kedua, yakni setelah kejadian di Saqifah sebagaimana yang telah
diriwayatkan Ibnu Khuzaimah dan dishahihkan oleh Muslim bin al-Hajjaj. Jadi,
Ali tidak pernah memisahkan diri dari Abu Bakar selama enam bulan pertama itu.
la tetap shalat di belakang Abu Bakar dan turut menghadiri majlis
permusyawaratannya. Dan ia juga pernah berangkat bersama Abu Bakar ke Dzul
Qashshah sebagaimana kelak akan kita sebutkan.
Dalam Shahih al-Bukhari disebutkan bahwa Abu Bakar mengimami shalat
Ashar beberapa malam setelah Rasulullah saw. wafat, kemudian ia keluar dari
masjid dan bertemu dengan al-Hasan bin Ali sedang bermain bersama anak-anak,
maka Abu Bakar segera menggendongnya sembari berkata, “Sungguh sangat mirip
dengan Nabi, tidak mirip dengan Ali.” Sementara Ali tertawa melihatnya.118
Namun ketika terjadi bai’at yang kedua ini. Sebagian orang ada yang
menganggap bahwa Ali belum membai’atnya sebelum bai’at kedua ini terjadi,
sementara kaedah menyatakan bahwa al-mutsbit (orang yang membawa berita)
lebih didahulukan daripada an-nafi (orang yang tidak membawa
berita), wallahu a’lam.
Adapun kemarahan Fathimah terhadap Abu Bakar, aku tidak tahu kenapa? Jika
dikatakan ia marah karena Abu Bakar telah menahan harta warisan yang
ditinggalkan ayahnya, maka bukankah Abu Bakar memiliki alasan yang tepat atas
tindakannya itu yang langsung diriwayatkannya dari ayahnya, “Kami tidak
mewariskan dan apa yang kami tinggalkan adalah sedekah.” Sementara Fathimah
adalah orang yang tunduk terhadap ketentuan nash syar’i yang tidak ia ketahui
sebelumnya. Bahkan hal ini pun tidak diketahui oleh istri-istri Rasulullah saw.
sampai kemudian ‘Aisyah ra. mengabarkannya kepada mereka dan mereka sepakat
menerimanya. Tidak layak kita anggap Fathimah curiga dengan hadits yang
dibawakan oleh Abu Bakar ash-Shiddiq ra., mustahil hal itu terjadi dengannya.
Apalagi hadits ini diterima oleh Umar bin al-Khaththab, Usman bin Affan, Ali bin
Abu Thalib, Abbas bin Abdul Muththalib, Abdurrahman bin Auf, Thalhah bin
Ubaidullah, az-Zubair bin al-Awwam, Sa’ad bin Abi Waqqas, Abu Hurairah,
‘Aisyah ra. RA.
Walaupun hanya Abu Bakar seorang yang meriwayatkan hadits itu, wajib bagi
seluruh kaum muslimin di atas muka bumi ini menerima dan mematuhinya.
Jika kemarahan Fathimah disebabkan tuntutannya agar Abu Bakar ash-Shiddiq
ra. menyerahkan pengelolaan tanah yang dianggap sedekah dan bukan warisannya
itu kepada Ali, maka abu Bakar juga memiliki alasan tersendiri bahwa sebagai
pengganti Rasulullah saw. maka wajib baginya mengurus apa-apa yang diurus
oleh Rasulullah saw. sebelumnya dan menangani seluruh yang ditangani oleh
Rasulullah saw.. Oleh karena itulah ia berkata, “Demi Allah aku tidak akan
meninggalkan suatu perkara yang dilakukan oleh Rasulullah saw. semasa hidup
beliau kecuali akan aku lakukan pula!” Oleh karena itulah Fathimah
memboikotnya dan tidak berbicara dengannya hingga ia wafat.
Pemboikotan ini membuka pintu kerusakan yang besar bagi kelompok Syi’ah
Rafidhah dan kejahilan yang panjang. Karena itu pula mereka banyak membuat
permasalahan yang tidak berkesudahan. Andai saja mereka mengetahui perkara
yang sebenarnya pastilah mereka akan mengakui keutamaan Abu Bakar ash-
Shiddiq ra. dan menerima alasannya. Namun mereka tetap saja menjadi kelompok
yang hina dan kotor, selalu berpegang kepada perkara mutasyabih (yang masih
samar-samar) dan meninggalkan perkara perkara yang sudah muhkam (sudah jelas)
yang disepakati oleh para ulama Islam baik dari kalangan sahabat maupun tabi’in
dan para ulama dari generasi setelah mereka di setiap zaman dan tempat.

…………………………………………………………………..

49 Diriwayatkan oleh al-Ba¡haq¡ dalam Dala’il an-Nubuwwah 1IYI7 dari hadits Yunus dari Abu Ishaq dari Ayyub bin
Basyir. Uqbah berkata, “Ini walaupun mi/rea/tetapi kandungannya terdapat semakna dengan hadits Ibnu Abbas tentang
tanggal
terjadinya khutbah ini dan peristiwa ini setelah Rasulullah saw. mandi, kemudian memberikan waisat kepada manusia,

sambil
memberlkan kabar duka cita akan wafatnya dirinya kepada manusia.” Ibnu Katsir berkata, “Ini adalah mursal dan memiliki
banyak s/aVwo’Cpenguar.).” 5/229.
50 Musnad Ahmad, 3/18.
51 Shahih al-Bukhari, kitab al-Fadhail Bab Saddul abwab, 7/12 dari Fathul Barí

52 kitab al-Manaqib, bab Alamat an-Nubuwwah 6/628 dari Fathul Bari

53 penyakit parah yang membuat dirinya tidak lagi dapat berdiri
54 musnad Ahmad, 4/322
55 Abu Dawud, Kitab as-Sunnah, Bab FiIstikhlaf AbiBakr, 5/47 hadits no. 4660
56 As-Sirah an-Nabawiyah, 2/652.
57 As-sunan, 5/48 hadits no 4661.

58 Shahih al-Bukhari, kitab as-Shalat, bab Hadal-Maridh an Yasyhadal-Jama’ah, 1/161 Cet. Turki.
59 Sahih Muslim no. 95, 96, 97 dari kitab ash-Shalat
60 Shahih al-Bukhari, kitab al-Maghazi, bab Maradh Rasulillah wa Wafatih/8/ 140 dari FathulBan

61 al-Adzan, bab Ahlu al-Ilm wa al-Fadhl Ahaqqu bi al-Imamah 2/ 164 dari Fathul Barri, kitab, Shahih Muslim no 101 dari
bab ash-Shalat 1/316
62 Sarana tempat mandi

63 Musnad Ahmad 21/229 dari al-Fath ar-Rabbani, dan bandingkan dengan Shahih Muslim no. 90 dari kitab shalat 1/311, dan
Shahih al- Bukhari, bab had al-maridh an yasyhad al-jama’ah 1/ 161 Cet. turki
64 Shahih al-Bukhari, kitab al-maghazi, bab maradh rasulillah wawafatuh 8/143 dengan Fathul Bari
65 Shanih al-Bukhari, kitab shalat, bab ahlu al-ilm wal fadhl ahaqqu bial-imamah 1/166
66 Shanih Muslim no. 100 dari kitab shalat 1/315.

67 Ad-Dala’il an-Nubuwwah 7/ 193.
68 Abu Bakar bin Saburah adalah salan seorang yang ditlnggalkan riwayatnya (matruk), jika kita memlllh apa yang dipilih olehIbnu Kasir, maka kita akan dapatl Abu Bakar telah shalat bersama kaum musllmin sebanyak 19 shalat, shalat ashar,
maghrib, pada hari kamis dan tiga hari sebelumnya secara berturut-turut (jumat-sabtu dan ahad) serta fajar hari senin

69 Lihat Risalah al-Ibanah him. 67, beliau telah meyebutkan hal sepertl ini, dan hadits ini dlkeluarkan oleh Muslim dalamShahlhnya, kltab al-Masajid wa Mawadhi’ash-Shalat, bab Man Ahaqqu til Imamah, hadits no. 672, hadits ini juga memiliki syahid sebagal penguat dalam Shahih al-Bukhari dari hadits Malik bin al-Huwalrlts, kitab al-Adzan, bab Idza Istawau fi al-Qira’ah Falyaummuhum Akbaruhum 2/170 lihat Fathul Barí.

70 Shahih al-Bukhari, kltab al-Maghazi, bab Maradh Rasulillah Wawafatuh 8/132 dari Fathul Barí.
71 Shahih al-Bukhari, kltab al-Jihad, bab Jawaiz al-Wafdu 6/’170 dari Fathul Barí. Shahih Muslim kitab al-Wasíyyah hadits no
1637.
72 Kitab Shahih al-Bukhari, kitab al-Ilm, bab KitabatulIlmi 1/208 dari Fathul Bariúm kitab al-Maghazi bab Maradh
Rasulillah
8/132 dari Fathul Barí.

73 Yang terletak dalam kurung tidak terdapat dalam buku aslinya 5/28. Dan saya mengutlpnya dari MusnadAhmad6/106 dan
cinwayatkan pula dengan jalan lain 6/47.
74 Shahih al-Bukhari dari kitab al-Ahkam bab al-Istikhlaf (YSfibS dari Fathul Ban, dan dalam Muslim dari hadits az-Zuhri
dari Urwah dari Aisyah seperti itu maknanya no. 2387
75 Shahih al-Bukhan kitab al-Fadhail, Fadhlu AbiBakarll 17 dari FathulBariton Shahih Muslim kitab al -Fadhall no.
2386.

76 hisnu ar-Rabbam’ 21/223
77 Abu Dawud no. 2137 2/602 dengan sanadnya dari Marhum al-Athar dari Abu Imran al-Juni secara ringkas, dan as-
Syamail al-Muhammadiyah karya at-Tirm¡dz¡ hlm. 196 hadits no328 dengan menyebutkan sebagain dari isinya, saya berkata,
“Hadits Hasan.” Líhat ath-Thabaqat al-Kubra l¡2tn .

78 Hadits diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Shahihnya dari jalan Yahya bin Bukair /145 dari Fathul Ban. Kemudian llhat
lagi
Dala’llan-Nubuwaah karya al-Baihaqi 7/ 215.
79 Shahih al-Bukhari 8/ 145 dari Fathul Barí. Silakan lihat pula kitab Dalail an-Nubuwwah karya al-Baihaqi (7/ 216).
80 Shahih al-Bukhari81 145 dari Fathul Ban. Lihat juga kitab Dalail an-Nubuwwah karya al-Baihaqi (7/216).

81 Ibid

82 Salim bin Ubaid al-Asy’ja’i dari ahli suffah. Lihat biografinya di al-Isobah 3/10

83 hablu yaitu hamil dari hasil zina, dan dalam riwayat Ma’mar berbunyi alhamlu (Fathul Barí 12/148).

84 Al-Musnad 1/323 Tahqiq Ahmad Syakir.
85 Lihat Shahih al-Bukhari, kitab al-Hudud, bab Rajmul Hubia min az-Zina Idza Ahsanat. Dari hadits Ibnu Abbas, dan iihat
Fathul Bari 12/144, Shahih Muslim kitab al-Hudud, hadits no. 1691 secara ringkas dan Sunan al-Kubra karya an-Nasa’i,
kitab
ar-Rajm, bab No. 4 hadits no. 7153 hingga 1760 (4/274-275).
86 Al-Musnad 1/213 tahqiq Ahmad Syakir dan dia berkata, “Sanadnya shahih.”
87 As-Sunan al-Kubra, kitab al-Imarah wa al-Jama’ah, bab no. 1 hadits no. 853 1/279.
88 Ibid, kitab at-Tafsir, bab no.168 hadits no. 1Í219 6/355.
89 Lihat Sirah Ibnu His/am 4/412.
90 Ath-Thabaqatal-Kubra 3/182 namun riwayat ini mursal

91 Fathu ar-Rabbani 23/62 dan ini mursal sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikul Islam dalam Minhaj’ as-Sunnah 535
Dan dishahlhkan oleh al-Albani dengan syawahidnya (penguat) dalam Silsilahas-shahihahno. 1156
92 Tahqiq Ahmad Syakirdan dia berkata, “sanadnya shahih.”

93 Hisyam, as-Sirah an-Nabawiyah4/ 413-414, tahqiq Hammam Sa’id dan Muhammad Abu Suailik
94 terdapat dalam naskah asli 5/248 adalah keliru dalam memberikan nama, dan perbaikan ini datang dari Sunan al-
Baihaqi.

95 Al-Hafizhh Ibnu Hajar menyebutkan kisah ¡ni dengan maknanya sebab dia -semoga Allah merahmatinya—menulis
kisah ini
dari hafalannya
96 As-Sunan al-Kubra 8/ 143 kitab Qital Ahlu al-Baghyi, bab al-Aimmah min Quraisy. Dan lihat juga Taríkh Dimasyq
9/ 669. Redaksl yang terdapat pada Ibnu Katsir 5/249 beglni, “Hadits ini sama dengan satu ekor unta bahkan senilai
badrah.” Dan perbaíkannya datang dari riwayat dalam Sunan al-Ba¡haqi. ‘.
97 Dalam naskah asli al-Mundziri’dan jelas ini adalah keliru

98 Argumen-argumen ini disebutkan oleh al-Hafizh al-Baihaqi dalam kitabnya Dalail an-Nubuwwah, 7/ 221-230
99 Shahih al-Bukhari, kitab al-Ahkam, bab al-Istikhlaf13/205 dari FathulBari, dan Muslim, kitab al-Imarat, bab al-lstikhlaf
wa
Tarkuhu 3/1445.

100 Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam Dalail an-Nubuwwah 7/ 223
101 Dalam naskah asli tertulis as-SaJsaj dan koreksi ini diambil dari Musnad Ahmad 2/ 358 no. 1255 Ahmad Syakir berkata,
“Rlwayat Ini mursal.” Namun beliau menyebutkan jalan-jalan lain yang shahih sebagai pengkuat dalam Musnad no. 1107,
1206, 1258.
102 Sirrah Nubuwwah 7/223, dan Uqbah berkata, syahld (penguat hadits) dari Ali kemudian dia menyebutkan hadits datang
dengan sanadnya

103 Hisyam 2/654
104 Telah disebutkan takhrijnya pada halaman terdahulu.
105 Shahih al-Bukhari, kitab al-Wasaya 5/ 356 dari FathulBan, dan Muslim, kitab al-Wasiyah hadits no. 1637
106 Ini adalah riwayat Muslim, dan dalam Shahih al-Bukhari disebutkan “Dari ‘Ir ke sini.” Sebagian orang bertanya-tanya
mengenai pe-nyebutan Tsaur, sebab Tsaur berada di Makkah, Abu Ubaid berkata, kita mellhat bahwa asal hadits yaitu” apa
yang terdapat antara ‘Ir sampai ke gunug Uhud, namun sebagian ulama menyebutkan bahwa kata Tsaur yang terdapat

dalam hadits ¡ni nama sebuah gunung kecil yang dlkenal yang terletak di balik gunung Uhud dari arah utara. (sllahkan llhat
Fathul Bari 4/82-83).
107 Al-Bukhari, kitab al-Jizyah wal muwada’ah bab zimrnah al-muslimin 6/ 273 dari Fathul Ban, dan Shahih Muslim kitab
Hadits no 1370, Abu Dawud dalam al-Manasik2/216, dan Musnad Ahmad , Ahmad Syakir berkata, “Isnadnya Shahih

108 Al-Hafizh al-Baihaqi mengisyaratkan sebagiannya dalam kitab Dalail an-Nubuwwah 7/229 dan berkata, “Ini adalah
hadits palsu dan bersumber dari riwayat Hammad bin Amru an-Nushabi, dan dia selalu memalsukan hadits.”

109 Al-Bukhari, kitab al-Faraidh 12/ 5 bersama FathulBarí, dan Fadak adalah sebuah kampung di samping Khaibar yang
diberikan Allah kepada Rasulnya tanpa berperang, Mu’jam al-Buldan4/238
110 a!-Bukhari, kitab al-Maghazi, bab Ghazwatu Kha/bar7/493 dari Fathul Ban

111 Pengarang mnyebutkan secar lengkap mengenai masalah ini ketika dia berbicara mengenai Nabi Zakaria i’SP.

112 Tafsir Al-Qur’an Al-azhim, 6/ 192.
113 naskah aslinya, “Diriwayatkan oleh al-Bukhari,’tetapi aku tidak mendapatinya dalam kltab al-Bukhar¡ dan tidak pemah
menyebutkannya dalam Tuhfatul AsyrafkecuaW datang dari riwayat Muslim dan Ibnu Majan 10/ 386. dan menyebutkan
hadits ini ketika berbicara mengenai sejarah nabi Zakaria dalam kitabnya al-Bidayah wan nihayah dia menyebutkan hadits
ini dari jalan Imam Ahmad kemudian berkata, “Dikeluarkan oleh Muslim dalam kitab Shahih Muslim4/1847 dengan no.
2379.
114 Tafsir al-Quran al-Azhim 5/207

115 Sunan at-Tirmidzi, kitab as-siyar, bab MaJa’a fi Tarikati Rasulillah, no. 1608 (4/157).
116 Bukhari, kitab al-Faraidh, bab Qaul an-Nabi, La Nurats Ma Taraknahu Shadaqah. \2/6 dari Fathul Barí, dan
Muslim, kitab al-Jihadwa as-Siyar, bab Qaul an-Nabi, La Nurats Ma Taraknahu Shadaqah. 3/1382 hadits no. 1760

117 Dala’il an-Nubuwwah, 7/ 281.

118 Shahih al-Bukhari, kitab al-Manaqib, hadits no. 3750.

PASAL PERTAMA

BIOGRAFI ABU BAKAR ASHSHIDDIQ Rodhiyalloohu Anhu16

……………………………

NASABNYA.
Nama Abu bakar ash-Shiddiq ra. sebenarnya adalah Abdullah bin Usman
bin Amir bin Amru bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai
bin Ghalib bin Fihr17 al-Qurasy at-Taimi. Bertemu nasabnya dengan Nabi saw
pada kakeknya Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai.
Dan ibunya adalah Ummu al-Khair Salma binti Shakhr bin Amir bin Ka’ab
bin Sa’ad bin Taim.18 Berarti ayah dan ibunya berasal dari kabilah Bani Taim.
Ayahnya diberi kuniyah (sebutan panggilan) Abu Quhafah. Dan pada masa
jahiliyyah Abu Bakar ash-Shiddiq ra. digelari Atiq. Imam Thabari menye-butkan19
dari jalur Ibnu Luhai’ah bahwa anak-anak dari Abu Quhafah tiga orang, pertama
Atiq (Abu Bakar), kedua Mu’taq dan ketiga Utaiq.

…………………………………………

KARAKTER FISIK DAN AKHLAKNYA,
Abu Bakar adalah seorang yang bertubuh kurus, berkulit putih20. ‘ Aisyah
menerangkan karakter bapaknya, “Beliau berkulit putih, kurus, tipis kedua
pelipisnya, kecil pinggang (sehingga kainnya seialu turun dari pinggangnya),
wajahnya seialu berkeringat, hitam matanya, berkening lebar, tidak bisa bersaja’
dan seialu mewarnai jenggotnya dengan memakai hinai maupun katam.”21
Begitulah karakter fisik beliau. Adapun akhlaknya, beliau terkenal dengan
kebaikan, keberanian, kokoh pendirian, seialu memiliki ide-ide yang cemerlang
dalam keadaan genting, banyak toleransi, penyabar memiliki azimah (keinginan
keras), faqih, paling mengerti dengan garis keturunan Arab dan berita-berita
mereka, sangat bertawakkal kepada Allah dan yakin dengan segala janjiNya,
bersifat wara’ dan jauh dari segala syubhat, zuhud terhadap dunia, selalu
mengharapkan apa-apa yang lebih baik di sisi Allah, serta lembut dan ramah,
semoga Allah meridhainya. Akan diterang-kan kelak secara rinci hal-hal yang
membuktikan sifat-sifat dan akhlaknya yang mulia ini.

………………………………………….

KEISLAMANNYA,
Abu Bakar adalah lelaki yang pertama kali memeluk Islam, walaupun
Khadijah lebih dahulu masuk Islam daripadanya, adapun dari golongan anak-anak,
Ali yang pertama kali memeluk Islam, sementara Zaid bin Haritsah adalah yang
pertama kali memeluk Islam dari golongan budak.
Ternyata keislaman Abu Bakar ra. paling banyak membawa manfaat besar
terhadap Islam dan kaum muslimin dibandingkan dengan keislaman selainnya,
karena kedudukannya yang tinggi dan semangat serta kesungguhan-nya dalam
berdakwah.22 Dengan keislamannya maka masuk mengikutinya tokoh-tokoh besar
yang masyhur sepérti Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqas, Usman bin
Affan, Zubair bin Awwam, dan Talhah bin Ubaidil-lah ra
Di awal keislamannya beliau menginfakkan di jalan Allah apa yang
dimilikinya sebanyak 40.000 dirham, beliau banyak memerdekakan budak-budak
yang disiksa karena keislamannya di jalan Allah, seperti Bilal ra. Beliau selalu
mengiringi Rasulullah saw. selama di Makkah, bahkan dialah yang mengiringi
beliau ketika bersembunyi dalam gua dan dalam perjalanan hij-rah hingga sampai
di kota Madinah. Di samping itu beliau mengikuti seluruh peperangan yang diikuti
Rasulullah saw. baik perang Badar, Uhud, Khandaq, Penaklukan kota Makkah,
Hunain maupun peperangan di Tabuk.

…………………………………………………………

ISTRI-ISTRI DAN ANAK-ANAKNYA23
Abu Bakar pernah menikahi Qutailah binti Abd al-Uzza bin Abd bin As’ad
pada masa Jahiliyyah dan dari pernikahan tersebut lahirlah Abdullah dan Asma’.
Beliau juga menikahi Ummu Ruman binti Amir bin Uwaimir bin Zuhal bin
Dahman dari Kinanah, dari pernikahan tersebut lahirlah Abdurrahman dan ‘Aisyah
ra..
Beliau juga menikahi Asma’ binti Umais bin Ma’add bin Taim al-
Khats’amiyyah, dan sebelumnya Asma’ diperisteri oleh Ja’far bin Abi Thalib. Dari
hasil pernikahan ini lahirlah Muhammad bin Abu Bakar, dan kelahiran tersebut
terjadi pada waktu haji Wada’ di Dzul Hulaifah.
Beliau juga menikahi Habibah binti Kharijah bin Zaid bin Abi Zuhair dari
Bani al-Haris bin al-Khazraj.
Abu bakar pernah singgah di rumah Kharijah ketika beliau datang ke
Madinah dan kemudian mempersunting putrinya, dan beliau masih terus berdiam
dengannya di suatu tempat yang disebut dengan as-Sunuh 24 hingga Rasulullah
saw. wafat dan beliau kemudian diangkat menjadi khalifah sepeninggal
Rasulullah saw. Dari pernikahan tersebut lahirlah Ummu Kaltsum setelah
wafatnya Rasulullah saw.

………………………………………………
BEBERAPA CONTOH KETELADANAN DAN
KEUTAMAANNYA
Keutamaan Abu Bakar ash-Shiddiq ra. sangat banyak sekali dan telah
dimuat dalam kitab-kitab sunnah, kitab tarajim (biografi para tokoh), maupun
kitab-kitab tarikh, namun saya akan berusaha meringkas sesuai dengan yang telah
disebutkan al-Hafizh Abdullah al-Bukhari dalam shahihnya yang termuat dalam
Kitab Fadha’il Shahabat.25
1) Beliau Adalah Sahabat Rasulullah saw. di Gua Dan Ketika Hijrah
Allah berfirman,
“Jikalau tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah
menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Makkah) mengeluar-kannya
(dari Makkah) sedang dia salah seseorang dari dua orang ketika ke-duanya berada
dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya, ‘Janganlah berduka cita,
sesungguhnya Allah bersama kita”. (At-Taubah: 40)
Aisyah, Abu Said dan Ibnu Abbas dalam menafsirkan ayat ini mengatakan “
Abu Bakarlah yang mengiringi Nabi dalam gua tersebut.”
Diriwayatkan dari al-Barra’ bin ‘Azib, ia berkata, “Suatu ketika Abu Bakar
pernah membeli seekor tunggangan dari Azib dengan harga 10 Dirham, maka Abu
Bakar berkata kepada ‘Azib, Suruhlah anakmu si Barra agar mengantarkan hewan
tersebut.” Maka ‘Azib berkata, “Tidak, hingga engkau menceritakan kepada kami
bagaimana kisah perjalananmu bersama Rasulullah saw. ketika keluar dari
Makkah sementara orang-orang musyrikin sibuk mencari-cari kalian.”
Abu Bakar berkata, “Kami berangkat dari Makkah, berjalan sepanjang siang
dan malam hingga datang waktu zuhur, maka aku mencari-cari tempat bernaung
agar kami dapat istirahat di bawahnya, ternyata aku melihat ada batu besar, maka
segera kudatangi dan terlihat di situ ada naungannya, maka kubentangkan tikar
untuk Nabi saw. kemudian kukatakan padanya, “Istirahat-lah wahai Nabi Allah.”
Maka beliaupun beristirahat, sementara aku memantau daerah sekitarku, apakah
ada orang-orang yang mencari kami datang mengin-tai. Tiba-tiba aku melihat ada
seorang pengembala kambing sedang menggiring kambingnya ke arah teduhan di
bawah batu tersebut ingin berteduh seperti kami, maka aku bertanya padanya,
“Siapa tuannmu wahai budak?” Dia menja-wab, “Budak milik si fulan, seseorang
dari suku Quraisy.” Dia menyebut nama tuannya dan aku mengenalnya, kemudian
kutanyakan, “Apakah kambingmu memiliki susu?” Dia menjawab, “Ya!” lantas
kukatakan, “Maukah engkau memeras untuk kami?” Dia menjawab, “Ya!” Maka
dia mengambil salah satu dari kambing-kambing tersebut, setelah itu
kuperintahkan dia agar member-sihkan susu kambing tersebut terlebih dahulu dari
kotoran dan debu, kemudian kuperintahkan agar menghembus telapak tangannya
dari debu, maka dia menepukkan kedua telapak tanggannya dan dia mulai
memeras susu, sementara aku telah mempersiapkan wadah yang di mulutnya
dibalut kain menampung susu tersebut, maka segera kutuangkan susu yang telah
diperas itu ke dalam tempat tersebut dan kutunggu hingga bawahnya dingin, lalu
kubawakan kehadapan Nabi saw. dan ternyata beliau sudah bangun, segera
kukatakan padanya, “Minumlah wahai Rasulullah saw..” Maka beliau mulai
minum hingga kulihat beliau telah kenyang, setelah itu kukatakan padanya,
“Bukan-kah kita akan segera berjalan kembali ya Rasulullah saw.?” Beliau
menjawab, “Ya!” Akhirnya kami melanjutkan perjalanan sementara orang-orang
musyrik terus menerus mencari kami, tidak satupun yang dapat menyusul kami
kecuali Suraqah bin Malik bin Ju’syam yang mengendarai kudanya, maka
kukatakan pada Rasulullullah, “Orang ini telah berhasil mengejar kita wahai
Rasulullah saw.,” namun beliau menjawab, “Jangan khawatir, sesungguhnya Allah
beserta kita.”
Diriwayatkan dari Anas dari Abu Bakar beliau berkata, “Kukatakan kepada
Nabi saw ketika kami berada dalam gua, ‘Andai saja mereka (orang-orang
Musyrik) melihat ke bawah kaki mereka pastilah kita akan terlihat.’ Rasul
menjawab,”Bagaimana pendapatmu wahai Abu Bakar dengan dua orang manusia
sementara Allah menjadi yang ketiga.”
2) Abu Bakar Adalah Sahabat yang Paling Banyak Ilmunya
Abu Sa’id al-Khudri berkata, “Suatu ketika Rasulullah saw. berkhutbah di
hadapan manusia dan berkata,”Sesungguhnya Allah telah menyuruh seorang
hamba untuk memilih antara dunia atau memilih ganjaran pahala dan apa-apa
yang ada di sisiNya, namun ternyata hamba tersebut memilih apa-apa yang ada di
sisi Allah.”
Abu Sa’id berkata, “Maka Abu Bakar menangis, kami heran kenapa beliau
menangis padahal Rasulullah saw. hanyalah menceritakan seorang hamba yang
memilih kebaikan, akhirnya kami ketahui bahwa hamba tersebut ternyata tidak lain
adalah Rasulullah saw. sendiri, dan Abu Bakarlah yang paling mengerti serta
berilmu di antara kami. Kemudian Rasulullah saw. bersabda,
,”Sesungguhnya orang yang sangat besar jasanya padaku dalam
persahabatan dan kerelaan mengeluarkan hartanya adalah Abu Bakar. Andai saja
aku diperbolehkan mengangkat seseorang menjadi kekasihku selain Rabbku pastilah
aku akan memilih Abu Bakar, namun cukuplah persaudaraan se-lslam dan
kecintaan karenanya. Maka jangan ditinggalkan pintu kecil di masjid selain
pintu Abu Bakar saja.”
Diriwayatkan dari Aisyah ra. istri Rasulullah saw. ia berkata, “Ketika
Rasulullah saw. wafat Abu Bakar sedang berada di suatu tempat yang bernama
Sunuh- Ismail berkata, “Yaitu sebuah kampung, maka Umar berdiri dan berpidato,
“Demi Allah sesungguhnya Rasulullah saw. tidak meninggal. ‘Aisyah ra.
melanjutkan, Kemudian Umar berkata, “Demi Allah tidak terdapat dalam hatiku
melainkan perasaan bahwa beliau belum mati, Allah pasti akari membangkitkannya
dan akan dipotong kaki dan tangán mereka (yang menga-takan
beliau telah mati, pent.). Kemudian datanglah Abu Bakar menyingkap kain yang
menutup wajah Rasulullah saw. serta menciumnya sambil berkata, Kutebus dirimu
dengan ibu dan bapakku, alangkah harum dan eloknya engkau saat hidup dan
sesudah mati, demi Allah yang diriku berada di-tanganNya mustahil Allah akan
menimpakan padamu dua kali kematian selama-lamanya.”
Kemudian Abu Bakar keluar dan berkata, “Wahai orang yang telah
bersumpah, (yakni Umar) tahanlah bicaramu!” Ketika Abu Bakar mulai berbicara
maka Umar duduk, setelah memuji Allah beliau berkata, “Ingatlah sesungguhnya
siapa saja yang menyembah Muhammad saw maka beliau se-karang telah wafat,
dan barangsiapa yang menyembah Allah maka sesung guhnya Allah akan tetap
hidup tidak pernah mati. Kemudian beliau memba-cakan ayat,
“Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati
(pula).” (Az-Zumar: 30).
Dan ayat,
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu
sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu
berbalik ke belakang (murtad) Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak
dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun; dan Allah akan memberi
balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (Ali-Imran: 144).
Ismail berkata, “Maka manusia mulai menangis terisak-isak, kemudian kaum
Anshar segera berkumpul bersama Sa’ad bin Ubadah di Saqifah Bani Sa’idah dan
mereka berpendapat, “Dari kami seorang amir (pemimpin) dan dari kalian
(muhajirin) juga seorang amir.” Maka segera Abu Bakar, Umar bin al-Khaththab,
dan Abu Ubaidah bin al-Jarrah berangkat mendatangi majlis mereka, Umar
berbicara tetapi Abu Bakar menyuruhnya untuk diam, Umar berkata, “Demi Allah
sebenarnya aku tidak ingin berbicara melainkan aku telah persiapkan kata-kata
yang kuanggap sangat baik yang kutakutkan tidak akan disampaikan oleh Abu
Bakar.”
Kemudian Abu Bakar bepidato dan perkataarnnya sungguh mengena, beliau
berkata, “Kami yang menjadi amir dan kalian menjadi wazir.” Maka Hubab bin
Munzir berkata, “Tidak Demi Allah kami tidak akan terima, tetapi dari kami
seorang amir dan dari kalian seorang amir pula.” Abu Bakar menja-wab, “Tidak,
tetapi kamilah yang menjabat sebagai amir dan kalian menjadi wazir, karena
sesungguhnya mereka (Quraisy) yang paling mulia kedu-dukannya di bangsa Arab
dan yang paling tinggi nasabnya, maka silahkan kalian membai’at Umar ataupun
Abu Ubaidah.” Maka spontan Umar menja-wab, “Tetapi engkaulah yang lebih
pantas kami bai’at engkaulah pemimpin kami, orang yang paling baik di antara
kami dan orang yang paling dicintai oleh Rasulullah saw. daripada kami.” Maka
Umar segera meraih tangán Abu Bakar dan membai’atnya akhirnya orangorangpun
turut membaiatnya pula.
Diriwayatkan dari ‘Aisyah ra. ia berkata, “Pandangan Nabi menengadah ke
atas dan berkata, “Tetapi Yang kupilih adalah Ar-Rafiqul A’la (kekasih Allah Yang
Mahatinggi) 3X. ‘Aisyah ra. melanjutkan, “Tidaklah perkataan mereka berdua
(Abu Bakar dan Umar) kecuali Allah jadikan bermanfaat untuk manusia, profile
Umar yang tegas berhasil membuat orang munafik yang menyusup di antara kaum
muslimin sangat takut padanya, dengan kepriba-diannya Allah menolak
kemunafikan. Adapun Abu Bakar, beliau berhasil menggiring manusia hingga
mendapatkan petunjuk kepada kebenaran dan mengetahui kewajiban mereka, Abu
Bakar berhasil mengeluarkan umat dari bencana perpecahan setelah meninggalnya
Rasulullah saw. setelah membacakan ayat,
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu
sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik
ke belakang (murtad) Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat
mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun; dan Allah akan memberi balasan
kepada orang-orang yang bersyukur.” (Ali Imran :144).
3) Abu Bakar Adalah Sahabat Yang Paling Utama
Diriwayatkan dari Ibnu Umar dia berkata, “Kami selalu mem-bandingbandingkan
para sahabat di masa Rasulullah saw. maka kami sepakat memilih Abu
bakar yang paling utama, kemudian Umar, selanjutnya Usman bin affan ”
Diriwayatkan dari Muhammad bin al-Hanafiyyah dia berkata, “Kuta-nyakan
pada ayahku siapa manusia yang paling baik setelah Rasulullah saw.” Maka beliau
menjawab, “Abu Bakar!” Kemudian kutanyakan lagi, “Siapa setelahnya?” Beliau
menjawab, “Umar.” Dan aku takut jika dia menyebut Utsman sesudahnya maka
kukatakan, “Setelah itu pasti anda. Namun beliau menjawab, “Aku hanyalah salah
seorang dari kaum muslimin.”
4) Kedudukan Abu Bakar di Sisi Rasulullah saw.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra dari Rasulullah saw. beliau bersabda,
”Andai saja aku dibolehkan mengambil Khalil (kekasih) selain Allah pasti aku
akan memilih Abu bakar sebagai khalil namun dia adalah saudaraku dan
sahabatku.”
Diriwayatkan dari Abdullah bin Abi Malikah ia berkata, “Penduduk Kufah
bertanya kepada Abdullah bin az-Zubair perihal bagian warisan yang akan
diperoleh seorang kakek, maka dia berkata, “Ikutilah pendapat Abu Bakar.
Bukankah Rasulullah saw. pernah menyebutkan perihal dirinya, “Andai saja aku
dibolehkan mengambil Khalil (kekasih) selain Allah pasti aku akan memilihnya.”
Abu Bakar mengatakan, “Samakan pembagian kakek dengan bagian bapak (Jika
bapak tidak ada).”
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas dari Nabi saw
” Tutuplah seluruh pintu-pintu kecuali pintu Abu Bakar.”
Dari Muhammad bin Jubair bin Muth’im dari bapaknya dia berkata, “Pernah
seorang wanita mendatangi Nabi iH, kemudian beliau menyuruh-nya kembali
datang menghadapnya, maka wanita itu bertanya, “Bagaimana jika kelak aku
datang namun tidak lagi menjumpaimu -seolah-olah ia meng-isyaratkan setelah
rasul wafat- maka Rasulullah saw. É| berkata,
“Jika engkau tidak menjumpaiku maka datangilah Abu Bakar.”
Diriwayatkan dari Abu Darda’ ¿I&, “Aku sedang duduk bersama Nabi 3ft
tiba-tiba muncullah Abu Bakar ¿i¡& sambil menjinjing ujung pakaiannya hingga
terlihat lututnya, maka Nabi ¡HI berkata, “‘Sesungguhnya teman kalian ini sedang
kesal maka berilah salam atasnya.” Maka Abu Bakar berkata, “Wahai Rasulullah
saw., antara aku dan Ibnu al-Khaththab terjadi perselisihan, maka aku segera
mendatanginya untuk meminta maaf, kumohon padanya agar mema-afkan aku
namun dia enggan menerima permohonanku, karena itu aku datang menghadapmu
sekarang.” Rasulullah saw. menjawab, “Semoga Allah mengam-punimu wahai Abu
Bakar.” Sebanyak tiga kali, tak lama setelah itu Umar menyesal atas perbuatannya,
dan mendatangi rumah Abu Bakar sambil bertanya, “Apakah di dalam ada Abu
Bakar?” Namun keluarganya menjawab, tidak, Umar segera mendatangi
Rasulullah saw. sementara wajah Rasulullah saw. terlihat memerah karena marah,
hingga Abu Bakar merasa kasihan terhadap Umar dan memohon sambil duduk di
atas kedua lututnya, “Wahai Rasulullah saw. Demi Allah sebenarnya akulah yang
bersalah -dua kali-,” Maka Rasulullah saw. berkata,
“Sesungguhnya aku telah diutus Allah kepada kalian namun kalian mengatakan,
“Engkau pendusta!” Sementara Abu Bakar berkata, “Engkau benar ” Setelah itu
dia membelaku dengan seluruh jiwa dan hartanya. Lalu apakah kalian tidak jera
menyakiti sahabatku ?”
Setelah itu Abu Bakar tidak pernah lagi di sakiti.”
5) Abu Bakar Paling Dulu Masuk Islam dan Selalu Mendampingi
Rasulullah saw.
Diriwayatkan dari Wabirah bin Abdurrahman dari Hammam dia berkata,
Aku mendengar Ammar berkata, “Aku melihat Rasulullah saw. pada waktu itu
tidak ada yang mengikutinya kecuali lima orang budak, dua wanita dan Abu
Bakar.”
6) Orang yang Paling Dicintai Rasulullah saw.
Diriwayatkan dari Abu Utsman dia berkata, “Telah berkata kepadaku Amru
bin al-Ash bahwa Rasulullah saw. pernah mengutusnya dalam peperangan Dzatus
Salaasil, kemudian aku mendatanginya dan bertanya, “Siapakah orang yang paling
kau cintai? Maka Rasulullah saw. menjawab, ‘”Aisyah!” Kemudian kutanyakan
lagi, “Dari kalangan laki-laki?” Rasul menjawab, “Bapaknya.” Kemudian
kutanyakan lagi, “Siapa setelah itu?” Dia menjawab, “Umar!” Kemudian
Rasulullah saw. menyebutkan beberapa orang lelaki”.
7) Imán dan Keyakinannya yang Kuat
Diriwayatkan dari Abu Hurairah dia berkata, “Aku pernah men-dengar
Rasulullah saw. berkata, “Ketika seorang pengembala sedang menggembala
kambingnya, tiba-tiba datang seekor serigala memangsa seekor kambingnya, maka
spontan pengembala tersebut mengejarnya, tiba-tiba serigala itu berpaling menoleh
kepadanya dan berkata, ‘Siapa yang dapat menjaganya pada waktu dia akan
dimangsa, yaitu hari tatkala tidak ada pengembala selain diriku Dan ketika
seorang sedang menggiring sapinya yang membawa beban, maka seketika sapi
itu menoleh padanya dan berkata, ‘ Sesungguhnya aku tidak diciptakan untuk
tugas ini, tetapi aku diciptakan Allah untuk membajak.’ Orang-orang berkata,
‘Subhanallah!’ Maka Nabi bersabda, ‘ Sesungguhnya aku beriman kepada berita itu
sebagaimana Abu Bakar dan Umar mengimaninya pula’.”
Diriwayatkan dari Abdullah Ibnu Umar dia berkata, “Rasulullah saw.
bersabda,
” Barangsiapa menjulurkan pakaiannya (di bawah mata kaki) karena kesombongan
maka Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat.”
Maka Abu bakar berkata, “Sesungguhnya salah satu sisi dari bajuku selalu
melorot ke bawah, kecuali jika aku selalu mengetatkarmya, maka Rasulullah saw.
bersabda,
“Sesungguhnya engkau tidak termasuk orang yang menjulurkan pakaiannya
karena kesombongan.”
8)Kemauannya yang Tinggi
Diriwayatkan dari Abu Hurairah berkata,” Aku mendengar Rasulullah saw.
bersabda,
” Barangsiapa menginfakkan sesuatu dari dua yang dimilikinya di jalan Allah
niscaya akan diseru dari pintu-pintu surga, “Wahai Harnba Allah inilahke-baikan.
Maka barangsiapa termasuk ahli shalat maka akan dipanggil dari pintu shalat, barang
siapa termasuk golongan yang suka berjihad maka akan dipanggil dari pintu jihad,
dan barang siapa yang suka bersedekah maka akan dipanggil dari pintu sedekah,
barang siapa yang suka berpuasa maka akan dipanggil dari pintu puasa dan dari
pintu Ar Rayyan. Maka Abu Bakar berkata, ‘ Bagaimana jika seseorang harus
dipanggil dari setiap pintu, dan apakah mungkin seseorang dipangil dari setiap
pintu wahai Rasulullah saw.?’ Rasulullah saw. menjawab, ‘ Ya, dan aku berharap agar
engkau wahai Abu Bakar termasuk salah seorang dari mereka’.”
9)Keberkahan Abu Bakar ash-Shiddiq ra. dan Keluarganya
Diriwayatkan dari ‘Aisyah ra. dia berkata, “Kami keluar bersama Rasulullah
saw. dalam sebuah perjalanan, ketika kami sampai di suatu tempat yang bernama
al-Baida -atau di Dzatul Jaisy- terputuslah kalung yang kupakai, maka Rasulullah
saw. menyuruh rombongan berhenti untuk mencarinya dan orang-orang pun
berhenti bersama beliau, sementara mereka tidak menda-pati air dan tidak
mempunyai air, maka orang-orang mendatangi Abu Bakar dan berkata, Tidakkah
engkau melihat apa yang telah diperbuat oleh Aisyah? Dia telah membuat
Rasulullah saw. berhenti dan manusia pun berhenti bersa-manya, sementara
mereka tidak mendapatkan air dan tidak memilikinya.’ Maka datanglah Abu Bakar
ketika Rasulullah saw. berbaring meletakkan kepala-nya di atas pahaku sedang
tertidur, Abu Bakar mendatangiku dan berkata, ‘Engkau telah menahan Rasulullah
saw. dan manusia sementara mereka tidak memiliki air dan tidak pula
mendapatkannya’.” ‘Aisyah ra. berkata, “Maka ayahku mencelaku habis-habisan
sambil menusuk-nusuk pinggangku dengan tangan-nya, tidak ada yang
menghalangiku untuk bergerak kecuali takut Rasulullah saw. terganggu tidurnya,
sementara Rasululullah masih tetap tidur hingga pagi datang dan mereka tidak
memiliki air, maka Allah turunkan waktu itu ayat mengenai tayammum,
‘Maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci).'(An-Nisa’: 43).
Usa’id bin Hudhair berkata, “Bukanlah ini awal dari keberkahan kalian wahai
keluarga Abu Bakar.” Maka ‘Aisyah ra. berkata, “Kemudian kami membangkitkan
kendaraan tungganganku dan ternyata kalung tersebut berada di bawahnya.”
10) Berita Gembira Untuknya Sebagai Penghuni Surga
Diriwayatkan dari Sa’id bin Musayyab dia berkata, “Telah berkata kepadaku
Abu Musa al-Asy’ari bahwa suatu hari dia berwudhu’ di rumahnya kemudian
berangkat keluar dan berkata, “Aku harus mengiringi Rasulullah saw. hari ini.”
Beliau berangkat ke mesjid dan bertanya di mana Nabi saw, maka dijawab bahwa
beliau keluar untuk suatu hajat, maka aku segera pergi beru-saha menyusulnya
sambil bertanya-tanya, hingga akhirnya beliau masuk ke kebun yang di dalamnya
terdapat sebuah sumur bernama Aris, maka aku duduk di pintu -dan ketika itu
pintunya terbuat dari pelepah kurma- hingga beliau menyelesaikan buang hajat dan
setelah itu berwudhu, maka akupun berdiri berjalan ke arahnya ternyata beliau
sedang duduk-duduk di atas sumur tersebut sambil menyingkap kedua betisnya
dan menjulur-julurkan kakinya ke dalam sumur, maka aku datang memberi salam
kepadanya, kemudian kembali ke pintu sambil berkata dalam hatiku, “Hari ini aku
harus menjadi penjaga pintu Rasulullah saw. Tak lama kemudian datanglah Abu
Bakar ingin membuka pintu, maka kutanyakan, “Siapa itu?” Dia menjawab, “Abu
Bakar!” Maka kukatakan padanya, “Tunggu sebentar!” Aku segera datang kepada
Rasulullah saw. dan bertanya padanya, “Wahai Rasulullah saw., ada Abu Bakar
datang dan minta izin masuk!” Rasulullah saw. berkata, “Suruhlah dia masuk dan
beritahukan padanya bahwa dia adalah penghuni surga.”
Maka aku berangkat menujunya dan berkata, “Masuklah sesungguhnya
Rasulullah saw. memberitakan padamu kabar gembira bahwa engkau adalah
penghuni surga.”
Abu Bakar masuk dan duduk di sebelah kanan Rasulullah saw. sambil
menjulurkan kakinya ke sumur sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah saw.
dan dia menyingkap kedua betisnya ……………………….hingga akhir kisah.”
Diriwayatkan dari Qatadah dari Anas bin Malik dia pernah bercerita bahwa
Nabi pernah menaiki gunung Uhud bersama Abu Bakar, Umar dan Utsman, maka
tiba-tiba gunung Uhud bergoncang dan Rasulullah saw. lang-sung berkata,
“Diamlah woahai Uhud sesunggnhnya di atasmu ada seorang Nabi, seorang Shiddiq
ra. dan dua syahid.”
11) Sepak Terjangnya dalam Membela RasuIullah saw.
Diriwayatkan dari Urwah bin az-Zubair dia berkata, “Aku pernah bertanya
kepada Abdullah bin Amru tentang perbuatan kaum musyrikin yang paling
menyakitkan RasuIuUah, maka dia berkata, “Aku pernah melihat Utbah bin Abi
Mu’ith mendatangi Nabi yang sedang shalat, maka tiba-tiba Uqbah melilit leher
Nabi dengan sorban miliknya dan mencekiknya sekeras-kerasnya, kemudian
datanglah Abu Bakar membelanya dan melepas-kan ikatan tersebut sambil
berkata, “Apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki karena ia
menyatakan, ‘Rabbku ialah Allah’ padahal dia telah datang kepadamu dengan
membawa keterangan-keterangan dari Rabbmu.” (Al-Mukmin: 28).
JASA-JASA ABU BAKAR RA.
Abu Bakar ash-Shiddiq ra. adalah sahabat yang pertama kali masuk Islam,
dan selalu menyertai Rasulullah sepanjang hidupnya baik di Makkah maupun di
Madinah. Tidak hanya itu, beliau adalah sahabat Rasulullah saw. sekaligus teman
bermusyawarah dan wazirnya. Di tangannya para senior sahabat masuk memeluk
Islam seperti Usman bin Affan, az-Zubair bin al-Awwam, Abdurrahman bin Auf,
Sa’ad bin Abi Waqqash, dan Thalhah bin Ubaidillah.26
Setia mendampingi Rasulullah saw. dalam menghadapi berbagai macam
halangan dan rintangan, siap membela beliau dengan sepenuh jiwa, bahkan beliau
pula yang telah membebaskan banyak budak-budak yang di siksa karena masuk
Islam seperti Bilal, Amir bin Fuhairah, Ummu Ubaisy. Zinnirah, Nahdiyyah dan
kedua putrinya, serta budak wanita milik Bani Muammal27
Beliaulah yang menemani Nabi di kala hijrah, dan turut serta dalam setiap
peperangan bersama Rasulullah saw. seperti Badar, Uhud, Khandaq, Hudaibiyyah,
Penaklukan kota Makkah, Hunain, Tabuk dan pertempuran besar lainnya.
Setelah menjabat sebagai khalifah maka beliaulah yang berrugas dan
bertanggung jawab terhadap seluruh negeri Islam dan wilayah kekhalifahannya
sepeninggal Rasulullah saw. maka tercatat sejumlah reputasi beliau yang gemilang
di antaranya,
1- Instruksinya agar jenazah Rasulullah saw., diurus hingga dikebumikan.
2- Melanjutkan misi pasukan yang dipimpin Usamah yang sebelum-nya
telah dipersiapkan Rasulullah saw. sebelum wafat, sebagaimana kelak akan
diterangkan secara rinci.
3- Kebijakannya menyatukan persepsi seluruh sahabat untuk memerangi
kaum murtad dengan segala persiapan ke arah itu, kemudian instruksinya untuk
memerangi seluruh kelompok yang murtad di wilayah masing-masing.
4- Ibnu Katsir berkata, “Pada tahun 12 H Abu Bakar ash-Shiddiq ra.
memerintahkan Zaid bin Tsabit agar mengkumpulkan al-Qur’an dari berbagai
tempat penulisan, baik yang ditulis di kulit-kulit, dedaunan, maupun
yang dihafal dalam dada kaum muslimin. Peristiwa itu terjadi setelah para
Qari’ penghafal al-Qur’an banyak yang terbunuh dalam peperangan Yama-
mah, sebagaimana yang disebutkan dalam kitab Shahih al-Bukhari28 . Imam al-
Bukhari berkata29, Bab Pengumpulan al-Qur’an kemudian dia mulai menyebutkan
sanadnya hingga sampai kepada Ibnu Syihab dari Ubaid bin as-
Sabbaq, bahwa Zaid bin Tsabit pernah berkata, “Abu Bakar ash-Shiddiq ra.
mengirim kepadaku surat tentang orang-orang yang terbunuh diperang
Yamamah, ketika aku mendatanginya, kudapati Umar bin al-Khaththab
berada di sampingnya, maka Abu Bakar berkata, “Umar mendatangiku dan
berkata, “Sesungguhnya banyak para Qurra’ penghafal al-Qur’an yang telah
gugur dalam peperangan Yamamah. Aku takut jika para Qari’ yang masih
hidüp kelak terbunuh dalam peperangan, akan mengakibatkan hilangnya
sebagian besar dari ayat al-Qur’an, menurut pendapatku, engkau harus
menginstruksikan agar segera mengumpulkan dan membukukan al-Qur’an.”
Aku bertanya kepada Umar, “Bagaimana aku melakukan sesuatu yang tidak
pernah dilakukan Rasulullah saw.?” Umar menjawab, “Demi Allah, ini adalah
kebaikan!” Dan Umar terus menuntutku hingga Allah melapangkan dadaku untuk
segera melaksanakannya, akhirnya akupun setuju dengan pendapat Umar
Zaid bin Tsabit berkata, “Kemudian Abu Bakar berkata padaku, “Engkau
adalah seorang pemuda yang jenius, berakal dan penuh amanah, dan engkau telah
terbiasa menulis wahyu untuk Rasulullah saw., maka carilah seluruh ayat al-Qur’an
yang berserakan dan kumpulkanlah.” Berkata Zaid, “Demi Allah jika mereka
memerintahkan aku untuk memikul gunung tentu-lah lebih ringan bagiku daripada
melaksanakan instruksi Abu Bakar agar aku mengumpulkan al-Qur’an.”
Aku bertanya, “Bagaimana kalian melakukan sesuatu perbuatan yang tidak
diperbuat oleh Rasulullah saw. Dia berkata, “Demi Allah ini adalah suatu
kebaikan!” Dan Abu Bakar terus berusaha meyakinkan aku hingga akhirnya Allah
melapangkan dadaku untuk menerimanya sebagaimana Allah melapangkan dada
mereka berdua
Maka aku mulai mengumpulkan tulisan-tulisan al-Qur’an yang ditulis di
daun-daunan, kulit maupun dari hafalan para penghafal al-Qur’an, hingga akhirnya
aku menemukan akhir surat at-Taubah yang ada pada Abu Khuzaimah al-Anshari,
yang tidak kudapatkan dari selainnya, yaitu ayat:
” Sesungguhmja telah datang kepndamu seorang rasul dari kaummu sendiri,
berat terasa olehnya penderitaanmu.” (At-Taubah: 128).
Hingga akhir surat al-Bara’ah. Kemudian al-Qur’an yang telah dikum-pulkan
dan dibukukan itu disimpan oleh Abu Bakar hingga Allah mewafatkannya. Setelah
itu berpindah ke tangán Umar sewaktu hidup-nya, dan akhirnya berpindah ke
tangán Hafshah binti Umar
Imam al-Bukhari berkata, Ibnu Syihab berkata, Telah berkata kepadaku
Kharijah bin Zaid bin Tsabit, bahwasanya dia mendengar Zaid berkata, “Aku tidak
mendapatkan satu ayat dari surat al-Ahzab ketika kami menulis al-Qur’an ke dalam
satu mushaf, sementara aku pernah mendengarkan Rasulullah saw. membacanya,
akhirnya ayat tersebut kami cari dan ternyata ayat tersebut ada pada Khuzaimah
bin Tsabit al-Anshari,
” Di antara orang-orang mu’ min itu ada orang-orang yang menepati apa yang
mereka janjikan kepada Allah.” (Al-Ahzab: 23).
Maka segera kami sisipkan ke tempatnya di dalam mushaf.
5- Pengiriman pasukan untuk menyebarkan Agama Allah kepada bangsabangsa
yang bertetangga dengan kaum muslimin baik kepada penduduk Persia
maupun penduduk Syam, dalam rangka merealisasikan firman Allah SWT
“Hai orang-orang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu
itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan dari padamu, dan ketahuilah,
bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertaqwa.” (At-Taubah: 123).
Sebagaimana yang akan diterangkan secara rinci insya Allah di pasal
keempat dan kelima.

………………………………………………………
QADHI, SEKRETARIS DAN PEMUNGUT ZAKAT DI MASA
KEKHALIFAHAN ABU BAKAR

Sebelum Abu Bakar diangkat sebagai khalifah, profesi beliau dalam mencari
nafkah adalah seorang pedagang, setelah dilantik sebagai khalifah maka
sebagaimana biasanya beliau berangkat ke pasar untuk berdagang, dijalan beliau
bertemu dengan umar bin al-Khaththab dan Abu Ubaidah bin al-Jarrah, keduanya
menghampirinya dan berkata, “Profesimu sebagai pedagang kini sudah tídak
sesuai lagi sejak engkau mengemban amanat yang amat besar ini.” Abu Bakar ash-
Shiddiq ra. menjawab, “Jika tídak dengan berda-gang seperti ini bagaimana aku
dapat menghidupi anak istriku?” Keduanya menjawab, “Mari ikut kami agar kami
siapkan untukmu gaji.”
Maka sejak itu Abu Bakar diberi upah setengah kambing dan dijamin
baginya pakaian beserta sandang pangan, Umar berkata, Biarlah aku yang
mengurusi masalah qadha (peradilan), selanjutnya Abu Ubaidah berkata,
“Serahkan kepadaku urusan pajak.” Umar berkata, “Sejak aku menjabat sebagi
Qadhi di peradilan, selama sebulan penuh aku duduk menganggur tídak satupun
terjadi persengketaan antara dua orang.”30
Dan yang menjadi sekretaris dan juru tulisnya adalah Zaid bin Tsabit, Usman
bin Affan atau siapa yang hadir ketika itu di sisinya.
Adapun gubernur untuk wilayah Makkah adalah Itab bin Sa’id, untuk
wilayah Tha’if adalah Usman bin Abi al-Ash, untuk wilayah adalah Shan’a Muhajir
bin Abi Umayyah, untuk wilayah Hadramaut adalah Ziyad bin Lubaid, untuk
wilayah Khaulan adalah Ya’la bin Umayyah, untuk wilayah Zubeid dan Rima’31
adalah Abu Musa al-Asy’ari, untuk wilayah al-Janad32 adalah Mu’adz bin Jabal,
untuk wilayah Bahrain adalah ai-Ala’ bin al-Hadrami.
Beliau juga mengutus Jabir bin Abdillah al-Bajalli ke Najran, Abdullah bin
Tsaur -salah seorang dari Bani al-Ghauts- diutus ke daerah Jurasy33, kemudian
beliau mengutus Iyadh bin Ghanm al-Fahri ke Daumatul Jandal, wilayah Syam
diserahkan kepada Abu Ubaidah bin al-Jarrah, Syarahbil bin Hasanah, Yazid bin
Abu Sufyan, Amru bin al-Ash, seluruhnya adalah pemimipin pasukan di bawah
satu komandan yaitu Khalid bin Walid.34
Ketika itu Abu Bakr belum mendirikan baitul mal secara independen,
melainkan hanyalah mengambil sebuah kamar kecil di rumahnya yang berada di
sanuh, ketika salah seorang sahabat berkata padanya, “Tidakkah engkau
memerlukan penjaga Baitul mal tersebut?” Dia menjawab, “Tidak, sebab kamar
tersebut memiliki gembok yang terkunci. Namun ketika beliau pindah ke
rumahnya yang di samping masjid Nabawi maka beliau harus memindahkan baitul
mal tersebut ke sana. Ketika Abu Bakar wafat, maka Umar membuat para penjaga
baitul mal secara khusus, ketika baitul mal di buka tenyata mereka tidak
menemukan apapun.35

…………………………………………………………
USIA DAN WAFAT ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ RA.
Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata36, “Abu Bakar ash-Shiddiq ra. wafat pada hari
senin di malam hari, ada yang mengatakan bahwa Abu Bakar wafat setelah
Maghrib (malam selasa) dan dikebumikan pada malam itu juga yaitu tepatnya 8
hari sebelum berakhirnya bulan Jumadil Akhir tahun 13 H, setelah beliau
mengalami sakit selama 15 hari. Pada waktu itu Umar menggantikan posisinya
sebagai imam kaum muslimin dalam shalat. Ketika sakit beliau menuliskan
wasiatnya agar tampuk pemerintahan kelak diberikan kepada Umar bin al-
Khaththab, dan yang menjadi juru tulis waktu itu adalah Usman bin Affan, Setelah
surat selesai segera dibacakan kepada segenap kaum muslimin, dan mereka
menerimanya dengan segala kepatuhan dan ketundukan.37
Masa kekhalifahannya berjalan selama 2 tahun 3 bulan38, dan beliau wafat
pada usia 63 tahun39 persis dengan usia Nabi, akhirnya Allah me-ngumpulkan
jasad mereka dalam satu tanah, sebagaimana Allah mengum-pulkan mereka dalam
kehidupan.
Sebelum wafat beliau telah mewasiatkan agar seperlima dari hartanya
disedekahkan sembari berkata,”Aku akan menyedekahkan hartaku sejumlah yang
Allah ambil dari harta fai’ kaum muslimin.40
Ketika beliau dalam kondisi sekarat, ada yang berkata kepadanya, “Maukah
anda jika kami carikan seorang dokter?” Maka spontan dia menja-wab, “Dia telah
melihatku (maksudnya Allah) dan Dia berkata, “Sesungguh-nya Aku akan berbuat
apa-apa yang Kukehendaki.41
Disebutkan bahwa sebab beliau jatuh sakit dan wafat bahwa beliau dan al-
Harits -seorang dokter yang masyhur- pernah memakan khazirah42 yang
dihadiahkan kepada Abu Bakar, maka setelah memakan daging itu berkata al-
Harits, “Angkatlah tangán anda wahai Khalifah Rasulullah saw., demi Allah
sesungguhnya daging ini telah beracun, maka Abu Bakar segera mengangkat
tangannya, sejak itu keduanya selalu merasa sakit hingga akhirnya keduanya wafat
satu tahun kemudian.43
Versi lain ada yang mengatakan bahwa sebab wafatnya beliau karena mandi
pada waktu musim dingin yang bersengatan, yang membuat beliau demam lalu
wafat karena itu.
Dalam keadaan sakit beliau melantunkan sebuah bait syair,
Engkau selalu memberikan kabar duka cita atas kematian kekasihmu
Hingga kini engkaulah yang akan merasakan kematian itu
Banyak orang memüiki cita-cita
Namun kematian jualah yang menghadang segalanya.44
Ketika sakaratul maut pertanda ajal yang akan menjemputnya datang,
putrinya ‘ Aisyah -Ummul mukminin- membacakan sebuah bait syair,
Sesungguhnya tidak guna kekayaan bagi seseorang
Ketika dada terasa sempit dan susah bernafas
Mendengar itu beliau memandang kepada ‘Aisyah ra. seolah-olah marah dan
berkata, “Jangan katakan demikian wahai Ummul mukminin, namun katakan, ”
Dan datanglah sakaratul maut yang sebenar-benarnya. itulah yang kamu selalu
lari dari padanya.” (Qaf: 19).
Di antara wasiat beliau kepada ‘Aisyah ra., Aku tidak meninggalkan harta
untuk kalian kecuali hewan yang sedang hamil, serta budak yang selalu membantu
kita untuk membuat pedang kaum muslimin, karena itu jika aku wafat tolong
berikan seluruhnya kepada Umar. Ketika ‘Aisyah ra. menunaikan wasiat itu
kepada Umar maka Umar berkata, “Semoga Allah merahmati Abu Bakar,
sesungguhnya dia telah membuat kesulitan (untuk mengikutinya) bagi orang-orang
yang menjadi khalifah setelahnya.45
Ketika Salman al-Farisi datang menjenguknya, Salman berkata, “Wahai
Khalifah Rasulullah saw. berikan aku wasiat, sebab kulihat engkau tidak akan
dapat lagi melakukannya setelah hari ini.” Maka Abu Bakar menjawab, Wahai
Salman, pasti akan terjadi penaklukan (negeri-negeri kafir) tapi aku tidak pernah
mengetahui apa-apa yang engkau peroleh dari bagianmu kecuali apa-apa yang
dapat engkau makan dan engkau masukkan ke dalam perutmu, atau apa-apa yang
dapat kau kenakan di atas punggungmu (pakainmu), dan ketahuilah sesungguhnya
barangsiapa yang mengerjakan shalat lima waktu, maka dia telah berada dalam
lindungan Allah pada pagi hari maupun sore harinya, dan jangan sampai engkau
membunuh seorang ahli dzimmah, maka kelak Allah pasti akan menuntutmu di
hari kiamat dan mencampakkan dirimu dalam keadaan tersungkur dengan
wajahmu ke dalam neraka.46
Ibn Sa’ad menyebutkan dengan sanadnya dari al-Qashim bin Muhammad dia
berkata, “Abu Bakar dikafankan dalam dua kain, kain yang berwarna putih, dan
satu lagi berwarna lain, beliau berpesan, ‘Sesungguhnya orang yang masih hidup
lebih membutuhkan kain dari orang yang telah mati, sebab kain kafan hanyalah
menutup apa-apa yang akan keluar dari hidung maupun mulutnya.”47
Beliau dimakamkan bersama Rasulullah saw. dalam kamar (Aisyah) dan
beliau dishalatkan oleh Umar bin al-Khaththab
Beliaulah yang pertama kali diangkat oleh Rasulullah saw. sebagai amir
dalam pelaksanaan ibadah haji pertama dalam Islam yaitu pada tahun 9 H, dan
pada tahun berikutnya Rasulullah saw. baru melaksanakan ibadah haji Wada’.
Ketika beliau diangkat menjadi khalifah, beliau memerintahkan Umar untuk
menjadi amir haji pada tahun 11 H, dan tahun berikutnya barulah beliau berangkat
haji.48

……………………………………………………………

16 Ibnu Katsir tidak menuliskan biografi ash-Shiddiq ra., teapi beliau hanya memeberikan petunjuk dalam kitabnya al-
Bidayah wan Nlhayah kepada sebuah kitab yang dlkarangnya khusus membahas kehldupan Abu Bakar, harl-hannya, hadits
dan hukum-hukum yang diriwayatkannya. Namun saya tidak mendapatkan buku ini. Akhirnya terpaksa harus saya
kumpulkan secara ringkas mengai biografinya dari Thabaqat Ibnu Sa’ad, Tarikh ath-Thabari dan Shahih al-Bukhari
17 Thabaqat Ibnu Sa’ad 3/ 169, Tarikh ath-Thabari, 3/ 425.
18 Ibid.
19 Tarikh ath-Thabari, 3/425
20 Thabaqat Ibnu Sa’ad, 3/188
21 Ibid, 1/188, semakna dengan perkataan ini terdapat dalam ath-Thabari, 3/524.

22 Lihat al-Bldayah wan Nihayah, 3/26
23 Lihat Thabaqatlbnu Sa’ad, 3/169,174 dan Tarikh ath-Thabarí, ZI426

24 Nama tempat yang berada di Awal al-Mad¡nah, di situlah perkampungan Bani al-Harits bin al-Khazraj.
(Mu’jam al-Buldan
3/265).
25 Lihat Shahih al-Bukhari, 4/189-197 (cetakan Istambul 1979 M).

26 Ibnu Hisyam, as-Sirah an-Nabawiyyah 1/317
27 Ibid 1/393

28 Al-Bidayah wan Nihayah, 6/353
29 Ibnu Hajar, Fathul Baril/ÍO Kitab Fadhail al-Qur’an. Abu Khuzaimah al-Ansari yang disebutkan dalam haditst
pertama,Dukan Khuzaimah bin Tsabit al-Ansari yang pernah dua kali Syahld, sebagaimana yang telah diterangkan oleh
al-Hafizh Ibnu IbnuHajar dalam syarahnya pada hadits yang pertama 9/15

30 Ibnu Sa’ad, ath-Thabaqat al-Kubra 3/184 dengan sanad yang para perawinya tsiqah namun sanadnya mursal. Setelah itu día
berusaha menyebutkan riwayat lairtnya sebagai syahid (penguat). Adapun perkataan Umar, “Serahkan padaku urusan
Qadha.” dan perkataan Abu Ubaidah, “Serahkan kepadaku uruan pajak.” Maka ¡ni memiliki syahid (penguat) yang
diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam Sunan al-Kubra 1/87.
31 Al-Haflzh berkata dalam al-Fath 13/129, “Sanadnya kuat.”
32 Rima’, ñama sebuah lembah di Yaman di samping Wadi Zubid dan di bawah Rima’ terdapat telaga kecil yang disebut dengan
Ghassan. (Mu’jam al-Buldan, 3/68).
33 A-janad, yaitu salah satu dari istana Yaman dan tempat berdiamnya penguasa. {Mu’jamal-Buldan2/169). Jjrasy, yaitu
salah satu dari istana Yaman dari arah Makkah, dan konon wilayah ini merupakan kota besar dalam kekuasaan jenguasa
yang lúas. {Mu’jam al-Buldan, 2/126).
34 Lmat Tarikh ath-Thabari 3/426 dan setelahnya
35 Thabaqat Ibnu Sa’ad, 3/203
36 Al-Bidayah wan Nihayah, 7/18.

37 Thabaqat Ibnu Sa’ad, 3/202, Tarikh ath-Thabari, 3/420
38 Lihat Thabaqat Ibnu Sa’ad, 3/202, Tarikh ath-Thabari3/420 dan dia menambahkan masa kekhalifahannya lebih sepuluh
hari, adapun Ibnu Katsir menghapuskan hitungan malam hari, dan Ibnu Sa’ad ada juga menyebutkan pendapat lainnya.
39 Ibnu Sa’ad, dan ini dlsepakati 3/202.
40 Thabaqat Ibnu Sa’ad, 3/194
41 Ibid, 3/198
42 Yaitu daging yang telah lewat satu hari, yang dicampur dengan tepung setelah dlmasak . (Al-Usan, 4ITÍ7).
43 szazat al-Kubra, 3/198. 193.
44 ‘ Ibid 3/193, dengan sanad la ba’sa (tidak mengapa).
45 ‘ Ibid 3/192, dengan sanad shahih
46 ‘ Ibid 3/193, dengan sanad la ba’sa (tidak mengapa).
47 Ibid 3/204, dengan sanad yang shahih. Dan dia menyebutkan riwayat lain seputar masalah ini

48 ‘ Ibid 3/177

ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ RA.

………………………………………….
PASAL PERTAMA:
BIOGRAFI ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ RA.
PASAL KEDUA:
PENGANGKATAN ABU BAKAR RA. MENJADI KHALIFAH
PASAL KETIGA.
PENUMPASAN GERAKAN RIDDAH (MURTAD)
PASAL KEEMPAT:
PENAKLUKAN DI NEGERI IRAQ (PERIODE PERTAMA)
PASAL KELIMA:
PENAKLUKAN DI NEGERI SYAM (PERIODE PERTAMA)

BIOGRAFI AL-IMAM AL-HAFIZH IBNU KATSIR DAN KlTABNYA Al-BlDAYAH WAN NlHAYAH

BIOGRAFI
AL-IMAM AL-HAFIZH IBNU KATSIR
DAN
KlTABNYA Al-BlDAYAH WAN
NlHAYAH
Beliau adalah seorang yang dijuluki sebagai al-Hafizh, al-Hujjah, al-
Muarrikh, ats-Tsiqah Imaduddin Abul Fida’ Ismail Ibnu Umar Ibnu Katsir al-
Qurasyi al-Bashrawi ad-Dimasyq asy-Syafi’i.
Lahir di sebuah desa yang bernama Mijdal daerah bagian Bushra pada tahun
700 H. Ayahnya meninggal ketika beliau berusia tiga tahun dan beliau rerkenal
sebagai khatib di kota itu. Adapun Ismail Ibnu Katsir merupakan anak yang paling
bungsu. Beliau dinamai Ismail sesuai dengan nama kakaknya yang raling besar
yang wafat ketika menimba ilmu di kota Damaskus sebelum beliau lahir.
Pada tahun 707 H, Ibnu Katsir pindah ke Damaskus, dan di sanalah dia mulai
menuntut ilmu dari saudara kandungya Abdul Wahhab2 Ketika itu dia telah hafal
al-Qur’an, dan sangat menggandrungi pelajaran hadits, fikih, maupun tarikh.
Beliau juga turut menimba ilmu dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (Wafat tahun
728 H). Begitu besarnya cintanya kepada gurunya ini sehingga dia terus-menerus
bermulazamah (mengiringinya), dan begitu terpengaruh dengannya hingga
mendapat berbagai macam cobaan dan hal-hal yang menyakitinva demi membela
dan mempertahankan gurunya ini.3
Pergaulan dengan gurunya ini membuahkan berbagai macam faedah yang
turut membentuk keilmuannya, akhlaknya dan tarbiyah kemandirian dirinya yang
begitu mendalam, karena itulah beliau menjadi seorang yang benar-benar mandiri
dalam berpendapat. Beliau akan selalu berjalan sesuai dengan dalil, tidak pernah
ta’assub (fanatik) dengan mazhabnya, apalagi mazhab orang lain, dan karya-karya
besarnya menjadi saksi atas sikapnya ini.4 Beliau selalu berjalan di atas Sunnah,
konsekuen mengamalkannya, serta selalu memerangi berbagai bentuk bid’ah dan
fanatik madzhab.
Di antara guru beliau yang terkemuka selain Ibnu Taimiyah, Alamuddin al-
Qashim bin Muhammad al-Barzali (wafat tahun 739 H) dan Abul Hajjaj Yusuf bin
az-Zaki al-Mizzi (wafat tahun 748 H).
Para ulama di zamannya maupun yang datang sesudahnya banyak
memberikan kata pujian terhadap dirinya, di antaránya ai-Imam adz-Dzahabi yang
berkata mengenai dirinya, “Beliau adalah ai-Imam al-Faqih al-Muhad-dist yang
ternama, seorang faqih yang handal, ahli hadits yang tersohor, serta seorang ahli
tafsir yang banyak menukil.”5
Muridnya yang bernama Ibnu Hijji berkata, “Dia adalah orang yang pernah
kami temui dan paling kuat hafalannya terhadap matan hadits, paling paham
dengan takhrij dan para perawinya, dapat membedakan yang hadits shahih dengan
yang lemah, banyak menghafal di luar kepala berbagai kitab tafsir dan tarikh,
jarang sekali lupa, dan memiliki pemahaman yang baik serta agama yang benar.”6
Al-Allamah al-Aini berkata, “Dia adalah rujukan ilmu tarikh, hadits,dan
tafsir.”7
Ibnu Habib berkata, “Dia masyhur dengan kekuatan hafalan dan redaksi yang
bagus, dan menjadi rujukan dalam ilmu tarikh, hadits maupun tafsir.”8
Di antara karya besarnya, Tafsir al-Qur’anuí Azhim, Jami’ al-Masanid iya as-
Sunan, at-Takmu fi Ma’rifatis Tsiqat wa ad-Dhuafa’ wa al-Majahil -dalam kitab ini
beliau menggabungkan apa yang terdapat dalam kitab Tahdzibul Kamal karya
besar al-Mizzi dan Mizanul ‘idal karya adz-Dzahabi dengan sedikit penambahan
dalam ilmu jarh wa at-ta’du- dan kitab lainya yaitu al-Bidayah wan Nihayah.
Kitab terakhir ini merupakan ensiklopedi ilmu sejarah. Beliau memulai
kitabnya ini dengan menyebutkan kejadian makhluk-makluk besar seperti ‘Arsy,
kursi, langit, bumi, apa-apa yang terdapat di dalamnya dan apa-apa yang terdapat
di antara langit dan bumi berupa para malaikat, jin maupun setan-setan kemudian
beliau berbicara tentang proses penciptaan Adam as, kisah para nabi dan Rasul
hingga zaman Isa bin Maryam as, kisah umat-umat yang semasa dengan mereka,
sikap para umat terhadap para rasul yang diutus ketengah mereka, dan bagaimana
akhir dari perjalanan dan nasib umat-umat tersebut, dengan inilah beliau
mengkahiri bagian pertama dari kitabnya.
Adapun bagian kedua, kitab ini memuat berita umat-umat terdahulu dari
bani Israel dan umat lainnya, hingga akhir zaman al-fatrah (masa kekosong-an
nabi, pent.) kecuali zaman Arab pra-Islam dan masa jahiliyyah (di mulai dari juz
2/102) menurut naskah cetakan Darul Fikri di Beirut tahun 1398 H-1978 M.
Bagian ketiga, kitab ini memuat berita tentang sejarah Arab (dari juz 2/156)
dan diakhiri dengan pernikahan antara Abdullah bin Abdul Muth-thalib dengan
Aminah binti Wahab, Ibu Rasulullah saw.
Bagian keempat, kitab ini memuat sirah (sejarah) Rasulullah saw. (dimulai
dari juz 2/252). Penulis mulai menerangkan tema sirah Nabi dengan pemba-hasan
yang panjang, beliau membaginya menjadi beberapa bagian,
Pertama, mulai masa kelahiran Rasul hingga beliau diutus sebagai Rasul
Kedua, mulai masa beliau diutus sebagai Rasul hingga hijrah.
Ketiga, Peperangan-peperangan, pasukan-pasukan kecil yang dikirim
(detasemen/ saariyah), pengiriman para utusan, haji wada’, sakit beliau hingga
wafatnya. Ibnu Katsir mengulasnya sesuai dengan kronologis waktu. Dimulai dari
tahun pertama hijrah, kemudian beliau menulis biografi Nabi, istri-ístri beliau,
surat-surat yang beliau kirim, para penjaganya, kuda-kudanya, pakaianpakaiannya…
dan seterusnya, kemudian menutup pembicaraan tentang sirah nabi
dengan tema-tema yang berkaitan dengan sirah di antara-nya, kitab Syama’il (6/11)
kemudian kitab Dala’il an-Nubuwah (tanda-tanda kenabian) (6/65) kemudian
beliau berbicara mengenai fadha’il (keutamaan nabi) dan kekhususan beliau
(6/257).
Bagian kelima, kitab ini memuat sejarah Islam pertama, catatan kejadiankejadian
penting pada masa itu, serta catatan wafatnya tokoh-tokoh penting.
Beliau menyusun kejadian-kejadian itu sesuai dengan urutan tahun. Dimulai
dari tahun ke 11 hijriyah (juz 6/301), metode beliau dalam bagian kelima ini, yaitu
menyebutkan kejadian-kejadian penting setiap tahun, Kemudian barulah beliau
menyebutkan wafatnya tokoh-tokoh penting pada tahun itu. Beliau banyak
menyebutkan biografi dari tokoh-tokoh tersebut, walaupun terkadang beliau hanya
menyebutkan tahun wafat mereka saja, dan begitulah seterusnya metode
pengarang hingga akhir buku ini. Kitab tarikh yang beliau tulis ini berhenti hingga
tahun 768 H, yaitu tujuh tahun sebelum beliau wafat.
Bagian keenam, kitab ini memuat tentang fitnah dan bencana yang akan
terjadi di akhir zaman, tanda-tanda hari kiamat, kemudian mengenai hari
berbangkit, berkumpulnya manusia di padang mahsyar, karakter neraka maupun
surga. namun sayang bagian ini tidak dicetak bersamaan dalam kitab ini, tetapi
dicetak secara terpisah dengan judul, an-Nihayah fi al-fitan zua al-Malahim
walaupun sebenarnya beliau telah menyebutkan bagian ini dalam mukaddimah,9
dan beliau kembali menyebutkan perihal ini diakhir pembahasan tentang sirah
9 Al-Bidayah wan Nihayah, 1/6.
nabi,10 dan itulah yang beliau maksud dari kata wan Nihayah dalam judul kitab.
METODE DAN REFERENSI YANG DlGUNAKAN
Dalam menulis karya besar ini al-Hafizh Ibnu Katsir menggunakan
referensi dasar yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah, dibarengi dengan atsar dan khabar
yang maqbul (diterima) oleh para ulama pewaris nabi yang biasa mengambil
rujukan dari lentera sunnah nabi Muhammad saw.
Beliau berkata, “Kami tidak akan menyebutkan riwayat-riwayat Israiliyyat,
kecuali yang telah diizinkan syariat untuk dinukil yang tidak menyelisihi al-Qur’an
dan sunnah RasulNya saw, dan inilah bagian dari hal-hal yang tidak boleh
dibenarkan ataupun didustakan yang biasanya menceritakan secara lebih luas
berita-berita ringkas yang terdapat dalam agama kita, seperti penyebutan nama
yang tidak disebutkan dalam syariat kita, yang hakikatnya tidak begitu penting
untuk kita ketahui detailnya, maka dalam hal ini kami akan sebutkan sebagai
pelengkap saja bukan sebagai hujjah yang akan dijadi-kan sebagai landasan, sebab
sandaran sebenarnya hanyalah al-Qur’an yang mulia dan riwayat-riwayat yang
dinukil secara shahih ataupun hasan, adapun riwayat-riwayat yang lemah akan
kami jelaskan kelemahannya.”11 Inilah metodologi yang dipakai pengarang bukubuku
sirah nabi dan berita-berita para nabi sebelumnya, dan demikian juga halnya
metode yang dipakai pada bagian akhir kitab ini (tentang fitnah dan huru-hara hari
kiamat) beliau selalu bersandar kepada al-Qur’an dan riwayat-riwayat hadits yang
menafsirannya baik secara marfu’ ataupun mauquf, baik hadits tersebut shahih
ataupun hasan, dan beliau akan menyebutkan riwayat yang terdapat kelemahan di
dalamnya sambil mengingatkannya.
Keunikan metode ini, beliau selalu menyebutkan hadits-hadits maupun atsar
lengkap dengan sanadnya, agar para pembaca maupun peneliti dapat mengetahui
kedudukan sanad tersebut, dan akan lebih mudah untuk meng-kritisinya, beliau
tidak pula menyebutkan berita Israiliyyat kecuali yang dibolehkan syariat saja,
selain itu beliau tidak menyebutkannya kecuali untuk mengingkarinya.
Beliau telah menyebutkan kritikannya kepada ulama-ulama umat ini yang
memuat dalam buku-buku mereka riwayat israiliyyat, beliau berkata, “Kami tidak
akan mengikuti jejak mereka, ataupun menempuh jalan mereka, kami tidak akan
sebutkan riwayat-riwayat seperti itu kecuali sedikit saja agar lebih ringkas,
kemudian akan kami terangkan yang haq dan yang sesuai dengan apa-apa yang
terdapat dalam agama kita, adapun berita yang menye-lisihi konsep agama kita
pastilah akan aku ingkari.”12
Jadi referensi beliau di bagian pertama adalah sebagai berikut,
* Al-Qur’anul karim dan kitab-kitab tafsir bil ma’tsur (tafsir dengan atsar
maupun hadits, pent), kemudian asbabun nuzul (sebab turun ayat).
* Sunnah-sunnah yang diriwayatkan dari Nabi saw| baik yang terdapat dalam
kitab-kitab Shahih (yang memuat hadits shahih saja, pent), kitab Sunan, Musnad,
maupun Jami’.
* Atsar yang dinukil dari perkataan sahabat dan para tabi’in.
* Kitab-kitab yang terdahulu seperti, Taurat dan Injil, namun beliau
akan memilih-milih dari kitab tersebut -sebagaimana yang beliau sebutkan
lebih dari sekali-, berita-berita yang boleh kita riwayatkan sebagaimana
sabda Nabi saw,
“Silakan menyampaikan riwayat dari bani Israil tidaklah mengapa, namun
siapa saja yang berdusta atas namaku maka hendaklah mangambil tempat di
neraka.”13
* Di antara referensi beliau dalam penulisan sirah, kitab-kitab maghazi wa ad
dalailun nubuwwah, khususnya kitab Maghazi Ibnu Ishaq dan Musa bin Uqbah,
ataupun kitab Dalail an-Nubuwwah karya Abu Nu’aim ataupun Dalilun Nabi karya
al-Baihaqi.
Disebabkan begitu luasnya bacaannya dan hafalannya terhadap sunnah nabi,
sehingga seolah-olah beliau benar-benar mengusai semua yang terdapat dalam
kitab-kitab Shahih, Sunan, Musnad, Mushannaf, dan kitab-kitab tafsir bil ma’tsur
yang berkaitan dengan tema-tema yang terdapat dalam sirah nabi.
Adapun referensi beliau dalam menulis kejadian-kejadian penting dan
wafatnya para tokoh adalah kitab-kitab yang telah disebutkan tadi, khususnya
penukilan dari kitab Tarikh Rusul wal Muluk karya Ibnu Jarir ath-Thabari (wafat
310 H), Tarikh Madinah ad-Dimasyqi karya Ibnu Asakir (wafat 571 H), kitab al-
Muntazham karya Ibnu al-Jauzi (wafat 597), kitab al-Kamilfi at-Tarikh karya Ibnu
al-Atsir (wafat 630).
Adapun ketika menulis Masa Dinasti Ayyubi dan Dinasti Mamalik beliau
bersandar kepada kitab penulis yang hidup di zaman itu, seperti Kitab Mir’atu az-
Zaman fi Tarikh al-A’yan karya Sibt al-Jauzi (wafat 653 H) dan kitab ar-Raudatain
fi akhbar ad-Daulatain an-Nuriyah wa as-Salahiyyah karya Abdurrahman bin Ismail
al-Maqdisi (wafat 669 H), kitab al-Jami’ al-Mukhtasar `fi Unwan at-Tawarikh wa
Uyun as-Siyar karya Ibnu Anjab yang dikenal dengan Ibnu as-Sa’iy (wafat 673),
kitab Wafayatul’A’yan wa anba’u Abnai az-Zaman karya al-Qadhi Ibnu Khalkan
(wafat 681 H), kitab Qutbuddin al-Yunini (wafat 736 H) yang merupakan syarah
13 Diriwayatkan oleh al-Bukhar¡ dalam Sfjahiñnya, Kitab Ahadits al-Anbiya. (b/ 496 dengan FathulBan).
kitab Mir’atu az Zaman karya Sibt al-Jauzi, kitab al-Muqtafa fi at-Tarikh yang
merupakan penjelasan dari kitab Tarikh Abu Syarnah karya Alamuddin al-Qashim
al-Barzali (wafat 739 H).14
Beliau juga banyak mengambil referensi dari kitab Tarikh Islam karya imam
Adz-Dzahabi (wafat 748 H) khususnya ketika menukil tanggal wafat para tokoh
dan biografi mereka, tidak hanya itu saja tetapi beliau juga banyak mengambil dari
sejarah yang beliau alami dan beliau saksikan sen-diri. Ditambah pula dengan
sejarah yang dialami dan saksikan para gurunya. Di antara sekian informasi
sejarah penting itu beliau lebih mengkhususkan diri dengan mengkaji berbagai
keterangan dari berita-berita yang disampaikan guru beliau, Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah, baik mengenai perdebatannya dengan lawan-lawannya, sepak
terjangnya dalam berjihad maupun sikapnya.
Nampak jelas bagi kita dari buku ini betapa luas wawasan Ibnu Katsir dalam
masalah ilmu-ilmu syariat, istiqomah dan kelurusan aqidah maupun pemikirannya
dan kecenderungannya terhadap sunnah nabi.
Tidak hanya sekedar menukil, tetapi beliau banyak mengkritisi nash-nash
yang sampai kepadanya, selain itu beliau akan saring dan pilih dengan seksama
sambil terus berusaha untuk meringkas, merangkum, mengkritik sanad dan
matannya, dan terkadang mendiskusikan serta membantah pendapat-pendapat
yang keliru dengan buah pikirannya yang jelas dan jitu. Namun terkadang terlihat
dirinya mengikuti pendapat ulama-ulama terdahulu meski-pun sebenarnya beliau
tidak merasa puas dengan berbagai pendapat terse-but.15

…………………………………………………………………………….

2 – Bidayah wan Nihayah, 31/ 142.
3 Az-Zahab, 6/232
4 Ahmad Syakir, MuqoddimahUmdah At-Tafsir, 1/28

5 Al-Mu’jam al-Mukhtas, Him. 74
6 An-Nuaimi, ad-Darís fi Akhbar al-Madarís 1/ 36-37.
7 An-Nujum adz-Dzahirah 11/123
8 Syazarat asz-Dzahab 6/231.

9 Al-Bidayah wan Nihayah, 1/6.

10 . Ibid, 6/300.
11 Ibid, 1/6
12 Ibid lib
14 Lihat Mas’ud ar-Rahman an-Nadawi, Ibnu Katsir ka al-Muarrikh him. 116-121, 136-139
15 Al-Bidayah wan Nihayah, 8/202.

METODE PENYUSUNAN & PENYUNTINGAN

……………………………..
Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam kitabnya ini memulai penulisan karyanya sejak
tahun pertama hijriyah, menyusun rentetan kejadian sesuai dengan kronologis
peristiwa. Metode ini pernah dipakai sebelumnya oleh Khalifah bin Khayyat,
imam at-Thabari, al-Muar-rikh Ibnu Atsir dengan sedikit perbedaan1, Imam Ibnu
al-Jauzi dan Iain-lain. Dan metode ini jelas memiliki kelebihan dan kekurangan.
Dalam menyunting kitab al-Bidayah wan Nihayah ini, saya menggunakan
metodologi sebagaimana berikut,
1. Menyusunnya sesuai dengan tema, saya berusaha menulis masa
kekhalifahan setiap Khulafa’ur Rasyidin dalam beberapa pasal sesuai dengan tematema
yang kelak menyatukan setiap pasal. Pertama saya menulis pasal tentang
biografi setiap khalifah, keutamaan mereka, kemudian di pasal lainnya tentang
bagaimana proses penobatan mereka menjadi khalifah. Pasal selanjutnya aku
ruliskan tentang penaklukan-penaklukan yang terjadi pada masa mereka dan
begitulah seterusnya. Dengan begitu aku dapat mengum-pulkan tema-tema yang
ada kemiripan antara satu sama lainnya dari ber-bagai tempat yang terpisah dari
kitab al-Bidayah wan Nihayah ini, selanjutnya saya membuat daftar isi untuk
memudahkan siapa saja yang ingin merujuk ke buku aslinya.
2. Saya menghapuskan pembahasan yang terlalu meluas, hadits-hadits yang
lemah, riwayat maupun cerita yang di dalamnya terdapat syudzudz (keanehan)
ataupun lafaz-lafaz yang mungkar, dan saya juga menghapuskan penulisan
biografi setiap tokoh yang disebutkan pengarang al-Bidayah di akhir tiap tahun
kejadian, karena menurut saya penulisan biografi itu lebih sesuai ditempatkan
dalam kitab-kitab Thabaqat, dan Tarajum (buku biografi) para tokoh.
3. Saya berusaha mentakhrij hadits-hadits maupun atsar-atsar yang
terdapat dalam buku ini langsung dari sumber-sumbernya, kemudian
menyesuaikannya sambil mengoreksi dan memperbaiki hal-hal yang keliru.
4. Saya berupaya menulis dengan tepat nama para tokoh dan lafazh-lafazh
yang dianggap penting, dan aku berusaha menerangkan nama tempat-tempat yang
disebutkan dalam buku ini dari kitab-kitab al-buldan (yang membahas tentang
tempat dan negeri, pent.), selanjutnya kata-kata yang asing berupaya untuk saya
jelaskan dengan bantuan kitab-kitab lugJiah (bahasa).
5. Saya berupaya untuk tidak merubah redaksi pengarang, kecuali
tempat-tempat tertentu dengan tujuan menyesuaikan antara redaksi maupun
kalimat-kalimat yang terpotong setelah menghapus beberapa hal yang aku anggap
terlalu bertele-tele, atau juga untuk mengumpulkan beberapa pembahasan
yang memiliki kemiripan satu-sama lainnya dalam satu tempat.
6. Seluruh cetakan buku ini -dan ini sangat banyak- adalah salinan dari
cetakan pertama yang terbit pada tahun 1351 H (1932 M) dikeluarkan oleh
penerbit as-Salafiyyah, penerbit as-Sa’adah dan penerbit al-Khanji di Mesir,
ataupun cetakan-cetakan lain yang diambil dari penerbitan yang telah disebutkan
ini, namun sayangnya para penerbit tidak pernah berusaha merujuk kepada
manuskrip aslinya. Oleh sebab itu banyak terdapat kekeliruan dan kata-kata yang
hilang, saya dapat menjelaskan hal tersebut setelah memban-dingkan antara
naskah-naskah tersebut dengan aslinya. Karena itulah saya terpaksa merujuk
seluruh naskah kitab tersebut untuk disesuaikan dengan referensi yang digunakan
pengarang agar kekeliruan-kekeliruan itu dapat diluruskan. Namun saya tidak
menyebutkan seluruh bentuk kekeliruan tersebut dalam catatan kaki buku ini agar
tidak menjadi terlampau banyak, tetapi saya hanya menyebutkan beberapa contoh
saja.
7. Jika saya sebutkan, “Dalam naskah aslinya begini…” maka yang saya
maksudkan adalah kitab al-Bidayah wan Nihayah yang dicetak oleh Dar al-Fikri
di Beirut, dan sebenarnya saya berkeinginan untuk meruju’ ke manuskrip aslinya
namun saya mendapatkan kesulitan untuk itu.
8. Mengenai keutamaan para Khulafa’ur Rasyidin, al-Hafizh Ibnu Katsir
MÍW telah menyebutkan sebagian kisah mereka, dan sebagian dari kisah ini
terdapat di Shahihain (Shahih al-Bukhari dan Muslim, pent.), dan sebagian lainnya
terdapat dalam kitab-kitab Sunan ataupun buku-buku Musnad, dan Mushannaf,
dan di antara kisah tersebut ada yang shahih, hasan maupun dhaif. Dalam upaya
meringkas buku ini aku hanya menyebutkan keutamaan mereka yang terdapat
dalam Shahih a¡-Bukhari saja, baik keutamaan ini telah disebutkan oleh pengarang
ataupun yang tidak disebutkannya. Dan aku telah terangkan ini di tempatnya.
9. Saya berupaya membuat judul setiap pasal, pokok bahasan, dan paragraf,
untuk dapat merangkum seluruh makna yang terdapat dalam buku ini demi
memudahkannya.

……………………………………………………………..

1 Ibnul Atsir mengumpulkan berbagai macam peristiwa yang satu tema dalam satu tempat walaupun terjadi dalam
tahun yang berbeda, sebagaimana yang telah diterangkannya dalam mukaddimahnya. {Al-Kamil fi at-Tarikh, 1/4).

MUKADDIMAH

Segala puji bagi Allah Rabb alam semesta, salawat beriring salam semoga
selalu dilimpahkan kepada Nabi yang paling dimuliakan pemimpin orang-orang
bertaqwa -Muhammad bin Abdullah- dan kepada para keluarga maupun
keseluruhan sahabatnya.
Amma ba’du,
Sesungguhnya kitab tarikh karya imam al-Hafizh Ibnu Katsir yang populer
dengan julukan al-Bidayah wan Nihayah merupakan salah satu buku ensiklopedi
sejarah terbesar, yang menggambarkan betapa luas wawa-san keilmuan
pengarangnya, penyandang gelar al-hafizh, al-muhaddits (ahli hadits), al-mufassir
(ahli tafsir) dan al-muarrikh (ahli sejarah).
Karya besarnya ini memuat berbagai macam disiplin ilmu, dan berbagai
benfuk permasalahan. Penulis masuk menyelami berbagai spesialisasi ilmu dengan
sekaligus mentahqiq, mengajukan munaqasyah (perdebatan) maupun bantahan,
dengan mengeluarkan argumen-argumen jitu berjalan seiring denyut nafas seorang
alim yang selalu menjunjung tinggi panji kebenaran, mengumpulkan berbagai
bentuk dalil serta meyeleksi dalil-dalil tersebut.
Oleh karena spesialisasi saya di bidang sejarah, maka tidak heran jika saya
selalu menjadikan buku ini sebagi rujukan. Dan saya selalu mengin-struksikan
kepada mahasiswa agar selalu merujuk kepada kitab ini khusus-nya dalam
membahas sejarah awal Islam di masa silam, namun sebagian mahasiswa
mengeluh disebabkan luas dan begitu panjangnya pembahasan di buku ini. Apalagi
pembagian tema maupun kejadian peristiwa penting da-lamnya disusun sesuai
dengan urutan tahun hijriyah, hingga akhirnya membuat rentetan peristiwa penting
dalam sejarah terpotong-potong sesuai dengan tahun terjadinya peristiwa itu. Dan
suatu hal yang dimaklumi bahwa kebanyakan mahasiswa sekarang ini begitu
lemah keinginan dan keuletan belajarnya, begitu sedikitnya kesabaran mereka
untuk menimba ilmu dan membahas berbagai permasalahannya. Semuanya
berkeinginan jika segala ilmu dapat disajikan secara instan ke hadapan mereka
dengan satu paket yang siap dan mudah dicerna.
Untuk memudahkan penggunaan ensiklopedia besar ini, dan untuk lebih
memudahkan menggali berbagai bentuk manfaat dari buku ini, maka
saya melakukan istikharah bermohon kepada Allah agar dapat menyusun dan
mentahdzib kitab al-Bidayáh wan Nihayah karya al-Hafizh Ibnu Katsir * ini.
Tahdzib adalah salah satu metode yang telah ditempuh para ulama dan
menjadi salah satu tujuan kenapa mereka menulis buku. Saya memandang perlu
untuk memulai penulisan ini dari masa para Khulafa’ur Rasyidin mengingat
urgensi pembahasan ini khususnya dalam kurikulum di kampus. Agar para
mahasiswa dapat selalu mengikat diri mereka dengan buku-buku salaf dan terbiasa
dengan metode penulisan mereka.
Terlebih dulu saya sajikan metodologi saya dalam penulisan ini, kemu-dian
saya tuliskan biografi ringkas al-Hafizh Ibnu Katsir, berikut metodenya dan
referensi yang dipakainya secara global.
Saya bermohon agar apa yang saya tulis ini dapat bermanfaat sebagai-mana
manfaat buku aslinya, akhirnya segala puji hanya milik Allah Rabb alam semesta.

Muhammad Shamil as-Sulami
Makkah al-Mukarramah
Shafar 1418 H

PENGANTAR PENERJEMAH

……………………………………
Segala puji bagi Allah semata, tiada ilah yang berhak disembah dengan cara
benar selain Dia. Shalawat dan salam semoga tercurah atas Penutup para Rasul
dan Nabi, Muhammad, atas keluarga dan para sahabat serta orang-orang yang
mengikuti mereka dengan baik sampai Hari Kemudian kelak.
Amma ba’du,
Alhamdulillah, berkat pertolongan Allah jualah akhirnya buku al-Bidayah
wan Nihayah karya monumental al-Hafizh Abul Fida’ Ibnu Katsir yang direvisi,
ditahqiq dan disusun kembali oleh Dr. Muhammad bin Shamil as-Sulami dapat
dirampungkan penerjemahannya. Buku fenomenal yang memang perlu dibaca
oleh kaum muslimin yang mengungkapkan kepada kita masa-masa keemasan
Islam dan kaum Muslimin. Semua peristiwa direkam secara apik oleh al-Hafizh
Ibnu Katsir dalam bukunya ini. Beliau menyusunnya berdasarkan kronologis
waktu dan peristiwa. Salah satu kelebihan kitab beliau ini daripada buku-buku
sejarah lainnya adalah referensi dan sumber-sumber sejarah yang menjadi patokan
beliau.
Beliau bersandar kepada referensi terpercaya dan sumber-sumber sejarah yang
berasal dari riwayat-riwayat yang shahih dan bisa dipertanggung jawabkan.
Beliau berkata, “Kami tidak akan menyebutkan riwayat-riwayat israiliyyat
(riwayat-riwayat Bani Israil), kecuali yang telah diizinkan oleh syariat untuk
dinukil yang tidak menyelisihi al-Qur’an dan sunnah RasulNya dan inilah bagian
dari hal-hal yang tidak boleh dibenarkan ataupun didustakan yang biasanya
menceritakan secara lebih luas berita-berita ringkas yang terdapat dalam agama
kita, seperti penyebutan nama yang tidak disebutkan dalam syariat kita, yang
hakikatnya tidak begitu penting untuk kita ketahui detailnya, maka dalam hal ini
kami akan sebutkan sebagai pe-lengkap saja bukan sebagai hujjah yang akan
dijadikan sebagai landasan, sebab sandaran sebenarnya hanyalah al-Qur’an yang
mulia dan riwayat-riwayat yang dinukil secara shahih ataupun hasan, adapun
riwayat-riwayat yang lemah akan kami jelaskan kelemahannya.” Inilah
metodologi yang dipakai pengarang buku-buku sirah nabi dan kisah-kisah para
nabi sebelumnya. Beliau selalu bersandar kepada al-Qur’an dan riwayat-riwayat
hadits yang marfu’ ataupun mauquf, baik hadits tersebut shahih ataupun hasan.
Beliau akan menyebutkan riwayat yang terdapat di dalamnya kelemahan sambil
mengingatkannya. Keistimewaan metode ini, beliau selalu menyebutkan haditshadits
maupun atsar lengkap dengan sanadnya, agar para pembaca maupun
peneliti dapat mengetahui kedudukan sanad tersebut dan akan lebih mudah untuk
mengkritisinya, beliau tidak pula menyebutkan berita israiliyyat kecuali yang
dibolehkan syariat saja. Selain itu beliau tidak menyebutkannya kecuali sekedar
untuk dikritik. Beliau mengkritik para penulis sejarah yang banyak memuat
riwayat israiliyyat dalam buku-buku mereka, beliau berkata, “Kami tidak akan
meng-ikuti jejak mereka, ataupun menempuh jalan mereka. Kami tidak akan menyebutkan
riwayat-riwayat seperti itu kecuali sedikit saja agar lebih ringkas,
kemudian akan kami terangkan yang haq dan yang sesuai dengan apa-apa yang
terdapat dalam agama kita. Adapun berita yang menyelisihi konsep agama kita
pastilah akan aku ingkari. Jadi, referensi beliau dalam penulisan kitab kolosal al-
Bidayah wan Nihayah ini adalah sebagai berikut :

  • Al-Qur’anul karim dan kitab-kitab tafsir bil ma’tsur (tafsir dengan atsar maupun hadits), kemudian asbabun nuzul (sebab turun ayat).
  • Sunnah-sunnah yang diriwayatkan dari Nabi saw baik yang terdapat dalam kitab-kitab Shahih (yang memuat hadits shahih saja, pent.), kitab Sunan, Musnad, maupun Jami’.
  • Atsar yang dinukil dari perkataan sahabat dan para tabi’in.
  • Kitab-kitab yang terdahulu seperti: Taurat dan Injil, namun beliau akan memilih-milih dari kitab tersebut sebagaimana yang beliau sebutkan lebih dari sekali, “Berita-berita yang boleh kita riwayatkan sebagaimana sabda Nabi ‘Silahkan menyampaikan riwayat dari Bani Israil tidaklah mengapa, namun siapa saja yang berdusta atas namaku maka hendaklah mangambil tempat di neraka’
  • Di antara referensi beliau dalam penulisan sirah: Kitab-kitab Maghazi nya Dalail an-Nubuwwah, khususnya kitab Maghazi Ibnu Ishaq, dan Musa bin Uqbah, ataupun kitab Dalail an-Nubuwwah karya Abu Nu’aim, ataupun Dalilun Nabi karya al-Baihaqi. Disebabkan begitu luasnya bacaan dan hafalan beliau terhadap sunnah nabi, sehingga seolah-olah beliau benar-benar mengusai semua yang terdapat dalam kitab-kitab Shahih, Sunan, Musnad, Mushannaf, dan kitab-kitab tafsir bil ma’tsur yang berkaitan dengan tema-tema yang terdapat dalam sirah nabi.

Adapun referensi beliau dalam menulis kejadian-kejadian penting dan
wafatnya para tokoh adalah kitab-kitab yang telah disebutkan tadi, khu-susnya
penukilan dari kitab Tarikh ar-Rusul wal Muluk karya Ibnu Jarir ath-Thabari
(wafat 310 H), Tarikh Madinah ad-Dimasyqi karya Ibnu Asakir (wafat 571 H),
kitab al-Muntazham karya Ibn al-Jauzi (wafat 597), kitab al-Kami lfi at-Tarikh
karya Ibn al-Atsir (wafat 630 H).

Kemudian untuk memudahkan para pembaca dalam penggunaan ensiklopedia
besar ini dan untuk lebih memudahkan penggalian berbagai bentuk manfaat dari
buku ini, maka Dr. Muhammad bin Shamil as-Sulami tergerak untuk menyusun,
meringkas dan merevisi kitab al-Bidayah wan Nihayah karya al-Hafizh Ibnu
Katsir ini. Khususnya yang berkaitan dengan sirah Khulafa’ur Rasyidin. Dimulai
dari masa kekhalifahan Abu Bakar ash-Shiddiq ra., kemudian masa kekhalifahan
Umar bin al-Khaththab, kemudian masa kekhalifahan Utsman bin Affan,
kemudian masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, kemudian masa kekhalifahan
Al-Hasan bin Ali dan ditutup dengan proses terjadinya penyerahan kekuasaan
kepada Mu’awiyah bin Abi Sufyan pada tahun al-Jama’ah.

Memang, sekarang ini amat langka buku yang bercerita tentang keutamaan
sahabat nabi yang bersih dari syubhat-syubhat Khawarij maupun Rafidhah. Di
samping itu banyak juga buku-buku sejarah yang memutar balikkan fakta,
khususnya yang dikarang oleh selain ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Dan di lain pihak ada sebagian penulis yang mengomentari pertikaian yang
terjadi di antara para sahabat dengan komentar yang tidak fair dan penilaian tidak
obyektif. Setiap penulis membawa misi masing-masing dan mengetengahkan ide
dan pemikirannya sendiri. Sehingga muncullah kesan negatif terhadap sebagian
sahabat nabi. Dan satu hal lagi adalah mereka kurang hati-hati dalam
mencantumkan riwayat. Banyak sekali riwayat yang tidak jelas asal-usulnya
mereka jadikan sebagai sandaran sejarah dan mereka jadikan sebagai tolak ukur
dalam memberi penilaian.
Kami berharap, semoga kehadiran buku ini dapat menambah wawasan sejarah
para pembaca sekalian. Khususnya bagi yang ingin mengetahui secara lebih
akurat peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa-masa keemasan Islam.
Dan kami juga mohon maaf bisa ada kekurangan di sana-sini. Sebagai
manusia kami tentunya tidak terlepas dari kesalahan dan kekeliruan. Oleh karena
itu kami mengharapkan kritik dan masukan para pembaca sekalian untuk lebih
menyempurnakan buku ini. Sebab buku-buku sejarah seperti ini merupakan
perbendaharaan yang sangat berharga bagi kaum muslimin, khususnya bagi anak
cucu kita dan generasi peneruss kita di masa mendatang.
Tidak lupa juga kami mengucapkan jazahumullah chairan kepada semua
pihak yang telah membantu terbitnya buku ini. Mudah-mudahan amal ini menjadi
amal shalih bagi kita semua dan bermanfaat bagi kita pada hari tiada lagi berguna
harta dan keturunan kecuali orang-orang yang datang menemui Allah dengan
membawa hati yang salim.
Akhirul kalam, kami bermohon kepada Allah semoga menjadikan amal ini
ikhlas semata-mata karena Allah dan memasukkannya ke dalam timbangan amal
kebaikan. Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segalanya.

Penerjemah

…………………………………………………………………..

Ebook ini diambil dari kampungsunnah.co.nr
Dan tik ulang oleh cing_daos

Untuk yang Sehati

Bercita-cita mengamalkan Islam secara utuh adalah suatu hal yang wajib bagi setiap muslim....
Namun bila belum mampu seluruhnya, jangan ditinggalkan semuanya....Karena Alloh Subhanahu wata'ala tidak membebani seseorang kecuali sesuai kemampuan maksimal yang dimiliki...

Buat diriku & dirimu

....Jangan pernah merasa cukup untuk belajar Islam, karena semakin kita tahu tentang Islam, semakin kita tahu tentang diri kita (...seberapa besar iman kita, ...seberapa banyak amal kita,....seberapa dalam ilmu kita, dan sebaliknya...seberapa besar kemunafikan kita, ...seberapa banyak maksiat kita, ...seberapa jauh kedunguan kita)
....Barangsiapa mengenal dirinya, maka semakin takut ia kepada Alloh Subhaanahu wata'ala

Do’a kita

Semoga Alloh Subhaanahu wata'ala meneguhkan hati kita dalam Islam hingga maut menjemput kita,...aamiin

Kalender

Januari 2010
S M S S R K J
 1
2345678
9101112131415
16171819202122
23242526272829
3031  

Total Pengunjung

  • 243.459 klik